Sudah ada dua rencana untuk mudik weekend ini. Plan A adalah menggunakan motor bareng Abiep dan Heheng. Sedangkan Plan B adalah menggunakan bis bareng Abiep. Tapi ternyata, Heheng mendadak mengkonfirmasi kalau dia berhalangan untuk menikuti perjalanan ini karena ada acara di Jakarta pada hari Minggunya. Akhirnya batallah Plan A-nya. Berarti kemungkinan yang ada adalah dengan Plan B. Tapi ternyata, kalau Heheng tidak bisa ikut, Abiep juga tidak bisa ikut (hayoo... mo ngapain nih berduaan... :p). Plan B pun juga gagal.
Mau tidak mau, memang harus ada Plan C. Berangkat sendirian nanti malam menggunakan bus. Ya! Seperti ritual biasanya. Pulang sendiri!
===
Kayaknya ini untuk yang ke sekian kalinya ada temen mau ikut ke Tegal tapi pada akhirnya gue pulang sendirian juga.
Thursday, May 31, 2007
Wednesday, May 30, 2007
The True Power of Water
Judul : The True Power of Water
Pengarang : Masaru Emoto
Penerbit : MQ Publishing
Tebal halaman : 192
Tahun : 2006
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Masaru Emoto terhadap air membawa suatu pengetahuan yang dapat merasionalkan anggapan-anggapan yang tadinya hanya dapat dikenal melalui sisi spiritual. Masaru Emoto dan timnya melakukan penelitian bentuk unsur-unsur terkecil air jika dilihat secara detail dengan mikroskop. Hasilnya menunjukkan bahwa air memiliki aneka ragam bentuk. Ada yang acak, ada yang tampak biasa, dan ada yang berbentuk kristal. Kristal yang terbentuk pun bermacam-macam pula.
Percobaan dilanjutkan dengan memberikan perilaku-perilaku yang berbeda terhadap air yang sama. Air yang ditempatkan di gelas dan diberi label "Cinta" akan memberikan bentuk yang berbeda dengan air yang ditempatkan di gelas berlabel "Bodoh". Air yang berlabel "Cinta" akan membentuk kristal yang indah. Sementara air yang lain tidak akan membentuk kristal. Bahkan tidak memiliki bentuk sama sekali alias berantakan. Percobaan tidak hanya dengan kata-kata itu. Kata-kata lain pun dicoba dan memberikan hasil yang serupa. Kata-kata yang baik akan mempengaruhi pola air dalam membentuk kristal. Sementara kata-kata yang tidak baik akan merusak bentuk air.
Selain kata, obyek yang diuji cobakan adalah lagu. Air yang diletakkan dalam ruangan yang diiringi musik classic akan jauh berbeda bentuknya dengan air yang diletakkan dalam ruangan yang dipenuhi nuansa metal dengan lirik-lirik yang keras. Dari percobaan-percobaan ini dapat disimpulkan bahwa air ternyata dapat 'berinteraksi' dengan lingkungan sekitarnya.
Dulu, sewaktu kecil, saya pernah dinasihati oleh orang-orang tua, bahwa sebelum makan, hendaknya kita berdoa dulu supaya makanan kita tidak diambil oleh setan. Pada saat itu, saya tentu saja tidak dapat membantah karena takut makanan saya diambil setan. Seiring perkembangan akal, akhirnya saya mengetahui bahwa dari sisi spiritual hal tersebut memang dianjurkan. Senantiasa berdoa sebelum melakukan sesuatu supaya mendapat kemudahan dari-Nya.
Majunya teknologi akhirnya dapat menjelaskan secara logis mengapa hal-hal tersebut dianjurkan. Kita, manusia, terdiri dari sebagian besar air. Sesuai percobaan-percobaan di atas, kondisi sekitar kita tentu akan mempengaruhi air-air yang menyusun tubuh kita. Respon air pun akan merepresentasikan ke dalam perasaan kita.
Mungkinkah ketika kita mengumpat akan merasakan kedamaian? Umpatan-umpatan yang kita lontarkan akan mempengaruhi air di tubuh kita. Air akan memberikan respon negatif dan meneruskan ke dalam jiwa kita. Aura negatif tersebut lah yang akan kita rasakan. Sebaliknya, jika kita sedang melantunkan ayat-ayat suci Al Quran yang penuh dengan kalimat-kalimat indah, mungkin kah kita merasakan kegelisahan? Mungkin saja, jika apa yang kita pikirkan lebih kuat dari yang kita lantunkan. Maka perasaan pun akan terpengaruh dengan apa yang kita pikirkan, bukan kita lantunkan.
Penelitian-penelitian itu tidak hanya membuktikan bahwa air dapat menyentuh perasaan saja. Unsur air dalam tubuh kita ternyata juga dapat memberikan respon yang bagus untuk kesehatan. Dengan menggunakan prinsip air yang 'berakal', muncullah sebuah alternatif pengobatan dalam dunia kesehatan.
Wallahualam.
Pengarang : Masaru Emoto
Penerbit : MQ Publishing
Tebal halaman : 192
Tahun : 2006
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Masaru Emoto terhadap air membawa suatu pengetahuan yang dapat merasionalkan anggapan-anggapan yang tadinya hanya dapat dikenal melalui sisi spiritual. Masaru Emoto dan timnya melakukan penelitian bentuk unsur-unsur terkecil air jika dilihat secara detail dengan mikroskop. Hasilnya menunjukkan bahwa air memiliki aneka ragam bentuk. Ada yang acak, ada yang tampak biasa, dan ada yang berbentuk kristal. Kristal yang terbentuk pun bermacam-macam pula.
Percobaan dilanjutkan dengan memberikan perilaku-perilaku yang berbeda terhadap air yang sama. Air yang ditempatkan di gelas dan diberi label "Cinta" akan memberikan bentuk yang berbeda dengan air yang ditempatkan di gelas berlabel "Bodoh". Air yang berlabel "Cinta" akan membentuk kristal yang indah. Sementara air yang lain tidak akan membentuk kristal. Bahkan tidak memiliki bentuk sama sekali alias berantakan. Percobaan tidak hanya dengan kata-kata itu. Kata-kata lain pun dicoba dan memberikan hasil yang serupa. Kata-kata yang baik akan mempengaruhi pola air dalam membentuk kristal. Sementara kata-kata yang tidak baik akan merusak bentuk air.
Selain kata, obyek yang diuji cobakan adalah lagu. Air yang diletakkan dalam ruangan yang diiringi musik classic akan jauh berbeda bentuknya dengan air yang diletakkan dalam ruangan yang dipenuhi nuansa metal dengan lirik-lirik yang keras. Dari percobaan-percobaan ini dapat disimpulkan bahwa air ternyata dapat 'berinteraksi' dengan lingkungan sekitarnya.
Dulu, sewaktu kecil, saya pernah dinasihati oleh orang-orang tua, bahwa sebelum makan, hendaknya kita berdoa dulu supaya makanan kita tidak diambil oleh setan. Pada saat itu, saya tentu saja tidak dapat membantah karena takut makanan saya diambil setan. Seiring perkembangan akal, akhirnya saya mengetahui bahwa dari sisi spiritual hal tersebut memang dianjurkan. Senantiasa berdoa sebelum melakukan sesuatu supaya mendapat kemudahan dari-Nya.
Majunya teknologi akhirnya dapat menjelaskan secara logis mengapa hal-hal tersebut dianjurkan. Kita, manusia, terdiri dari sebagian besar air. Sesuai percobaan-percobaan di atas, kondisi sekitar kita tentu akan mempengaruhi air-air yang menyusun tubuh kita. Respon air pun akan merepresentasikan ke dalam perasaan kita.
Mungkinkah ketika kita mengumpat akan merasakan kedamaian? Umpatan-umpatan yang kita lontarkan akan mempengaruhi air di tubuh kita. Air akan memberikan respon negatif dan meneruskan ke dalam jiwa kita. Aura negatif tersebut lah yang akan kita rasakan. Sebaliknya, jika kita sedang melantunkan ayat-ayat suci Al Quran yang penuh dengan kalimat-kalimat indah, mungkin kah kita merasakan kegelisahan? Mungkin saja, jika apa yang kita pikirkan lebih kuat dari yang kita lantunkan. Maka perasaan pun akan terpengaruh dengan apa yang kita pikirkan, bukan kita lantunkan.
Penelitian-penelitian itu tidak hanya membuktikan bahwa air dapat menyentuh perasaan saja. Unsur air dalam tubuh kita ternyata juga dapat memberikan respon yang bagus untuk kesehatan. Dengan menggunakan prinsip air yang 'berakal', muncullah sebuah alternatif pengobatan dalam dunia kesehatan.
Wallahualam.
New Phase
Belakangan ini, aku seperti mendapat sebuah fase baru dimana aku tidak melulu ke Depok dan bermain bola setiap Sabtu :D
Tanpa sebuah rencana yang berbelit-belit, ajakan jalan-jalan ke Bandung awal Mei kemarin seolah membawa sebuah fase baru di mana aku jadi suka sekali menjelajah, menapaki tanah-tanah baru. Dua minggu setelah ke Bandung, seorang teman mengajak untuk menyebrang lautan dan sejenak bersantai di pantai Untung Jawa. Dua minggu berikutnya, muncul ajakan untuk menelusuri jalur pantura menuju Tegal (ini sih bukan tempat baru ya, tapi lebih tepatnya era baru untuk sebuah ritual mudik :D). Dua atau tiga minggu berikutnya lagi, seorang teman yang lain lagi mengajakku untuk menikmati sunrise di Anyer.
===
Mengapa raga ingin berlayar
ketika jiwa ingin berlabuh
Biarlah raga arungi lautan
tapi biarkan jiwa terdekam di dalamnya
Tanpa sebuah rencana yang berbelit-belit, ajakan jalan-jalan ke Bandung awal Mei kemarin seolah membawa sebuah fase baru di mana aku jadi suka sekali menjelajah, menapaki tanah-tanah baru. Dua minggu setelah ke Bandung, seorang teman mengajak untuk menyebrang lautan dan sejenak bersantai di pantai Untung Jawa. Dua minggu berikutnya, muncul ajakan untuk menelusuri jalur pantura menuju Tegal (ini sih bukan tempat baru ya, tapi lebih tepatnya era baru untuk sebuah ritual mudik :D). Dua atau tiga minggu berikutnya lagi, seorang teman yang lain lagi mengajakku untuk menikmati sunrise di Anyer.
===
Mengapa raga ingin berlayar
ketika jiwa ingin berlabuh
Biarlah raga arungi lautan
tapi biarkan jiwa terdekam di dalamnya
Tuesday, May 29, 2007
Mudik Euy...
Jumat ini libur. Dan kebetulan, jumat ini juga merupakan awal bulan yang menjadi 'jadwal rutin' untuk pulang ke kampung halaman.
Awalnya, gue berencana pulang naik bis seperti biasanya. Tiba-tiba Abiep nanyain tentang rencana mudik gue karena berminat untuk menjajaki tanah Tegal. Akhirnya jadilah kami janjian di Kampung Rambutan Jumat pagi. Tapi, belum lama deal dengan keputusan itu, dia sudah menyuguhkan alternatif lain. Dengan mengajak Heheng, dia menawarkan sebuah pilihan yang sulit gue tolak. Ke Tegal naek motor (argh.... pengen...). Akhirnya, jadilah pilihan itu sebagai "Plan A"-nya.
Lihat saja nanti.
Awalnya, gue berencana pulang naik bis seperti biasanya. Tiba-tiba Abiep nanyain tentang rencana mudik gue karena berminat untuk menjajaki tanah Tegal. Akhirnya jadilah kami janjian di Kampung Rambutan Jumat pagi. Tapi, belum lama deal dengan keputusan itu, dia sudah menyuguhkan alternatif lain. Dengan mengajak Heheng, dia menawarkan sebuah pilihan yang sulit gue tolak. Ke Tegal naek motor (argh.... pengen...). Akhirnya, jadilah pilihan itu sebagai "Plan A"-nya.
Lihat saja nanti.
Monday, May 21, 2007
Tour de Javanese Luck Island
Maksa banget ya judulnya, hehehe. Maksudnya sih "Menjelajah ke Pulau Untung Jawa" di Kepulauan Seribu.
Awal long weekend lalu, tidak ada satupun rencana yang berhasil direalisasikan. Bali, Anyer, Dufan, Ancol, semua tinggal rencana yang tak pernah disentuh. Namun dibalik batalnya semua rencana itu, ternyata ada satu tempat yang tidak begitu dikenal yang sudah tercantum dalam "Master Plan". Jumat siang, salah satu teman kantor yang dulu pernah menjemput rombongan Tour de Parahyangan, Rais, menawarkan untuk melakukan sebuah perjalanan ke sebuah pulau di seberang Tanjung Pasir, Tangerang. Bak mendapat durian runtuh, aku pun langsung menerima tawaran itu. Total sudah empat orang yang bersedia melakukan tour tersebut. Aku, Rais beserta istri, dan Donny. Tiga kamar yang diusahakan Rais di pulau itu, menyisakan empat orang lagi. Satu kamar untuk Rais dan istri, sementara dua kamar lagi untuk enam orang. Aku langsung menghubungi seorang biker dari Fatmawati, Abiep, dan dua bersaudara dari Taxpro, Edi dan Maman. Tinggal satu personel lagi. Dari ketujuh orang yang sudah bergabung, tak ada satupun yang memiliki "kamera beneran" untuk mengabadikan perjalanan ini. Akhirnya pilihan orang terakhir jatuh pada Mamat atau Uyo. Berhubung Uyo sudah pernah bergabung dalam Tour de Parahyangan, akhirnya pilihan jatuh ke Mamat yang belum sekalipun bergabung dalam perjalanan-perjalanan ini. Sebenarnya aku ingin mengajak semua teman-temanku tapi berhubung tour yang diselenggarakan oleh Rais ini merupakan limited edition, jadi niat itupun aku urungkan. Mungkin setelah mengetahui tempat itu, aku bisa beramai-ramai mengajak teman-teman menapaki tanah-tanah baru di seberang sana.
Tujuh orang berkumpul di halte UI tanpa Donny Sabtu paginya. Ketujuh orang itu kemudian meluncur ke Pancoran untuk bertemu dengan Donny. Setelah bertemu, perjalanan pun dimulai. Melewati Gatsu, Slipi, dan Citraland, rombongan kemudian memutar kemudi menelusuri Daan Mogot. Di Daan Mogot, rombongan 'agak' berputar-putar karena sang pemandu lupa dengan jalan menuju pelabuhan. Melewati Cengkareng, rombongan menuju arah utara. Selama kurang lebih satu jam, akhirnya rombongan sampai di daerah pantai. Miat, teman Rais yang bertindak selaku tuan rumah, sudah berada di Tanjung Pasir untuk menjemput kami.
Setelah memarkir motor kami di sebuah tempat penitipan motor, kami melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan menggunakan perahu motor. Setiap kepala dikenai tujuh ribu sekali melaut. Inilah pertama kalinya aku naik perahu motor menuju ke suatu tempat tujuan. Tapi kalau naik perahu motor, ini adalah kali kedua. Dulu aku pernah sekali naik perahu motor hanya sekedar berputar-putar di sekitar pantai wisata di Tegal :D Waktu itu hanya tiga ribu per kepala.
Sekitar dua puluh menit kemudian, kami sampai di dermaga Pulau Untung Jawa. Cukup sepi. Kesan pertamanya pun kurang begitu menarik karena pantainya cukup kotor. Banyak sampah yang berserakan di sekitar pantai. Sebenarnya itu bukan sampah penduduk setempat, tapi sampah kiriman dari ibukota. Hmm... jadi begini ya? Kita di Jakarta yang membuang sampah, tapi orang-orang di pulau seberang yang terkena dampaknya.
Sesampai di penginapan, kami mengisi perut yang dari pagi belum terisi bahkan oleh sesuap nasi. Teriknya matahari membuat kepalaku pusing. Kepalaku memang sensitif terhadap teriknya sang surya. Mungkinkah ini efek dari sensitifnya mata terhadap siar yang berlebih? Aku juga tidak tahu. Selesai makan, aku mengusir pusing dengan tidur sejenak. Apalagi dalam kondisi panas seperti itu, aku tidak mungkin melakukan aktifitas di sekitar pantai. Sekitar satu setengah jam aku tertidur. Sore harinya, kami hanya bermain-main di sekitar penginapan itu saja.
Malam harinya, aku menemani Miat, Rais, dan Novi memancing cumi. Pancingannya khusus. Tidak menggunakan umpan hidup, tapi menggunakan kayu yang dibentuk seperti udang dengan bagian ujung dipasang kait yang bentuk seperti jangkar berjari empat dan bertingkat dua. Jika ada cumi-cumi yang tersangkut, ketika pancingan itu ditarik tampak seperti motor bobrok. Dari ujungnya seperti knalpot yang mengeluarkan asap hitam. Itulah tinta yang disemprotkan oleh si cumi. Ketika sampai di darat, cumi itu juga masih berusaha menyemprot 'penyerangnya'. Semrotannya lucu, kaya orang lagi bersin, tapi yang keluar tinta hitam. Padahal badannya putih. Subhanallah... aneh, tapi nyata, tentu saja atas kehendakNya.
Esok paginya, pukul enam aku, Mamat, dan Abiep berjalan di air mengitari pulau. Butuh waktu sekita dua jam untuk mengelilingi pulau. Tapi itu juga termasuk foto-foto, melihat-lihat aneka penghuni laut, dan menikmati keindahan pantai yang jernih airnya. Setelah selesai berputar-putar, ditambah Donny yang bergabung kemudian, kami berendam di pantai. Kami menyewa empat ban untuk mengapung di pantai. Sementara kami berempat berendam, Maman hanya bermain-main di tepi pantai karena tidak membawa baju ganti.
Akhirnya waktu jualah yang memisahkan kami dari pulau itu. Sekitar jam dua belas, kami pamit ke keluarga Miat dan kembali ke Tanjung Pasir. Dari Tanjung Pasir, kami melewati jalur yang sama dengan jalur keberangkatan. Kami mulai berpisah setelah mendekati Cengkareng. Kami langsung ke tujuan kami masing-masing tanpa berkonvoi seperti waktu berangkat.
Thanks to Miat yang sudah menjadi tuan rumah untuk kami.
Terima kasih ya Allah yang sekali lagi telah membiarkan makhluk ini menikmati keindahan pantai dan lautMu. Sekali lagi, di tengah luasnya samudra, aku merasakan betapa kecilnya aku.
Awal long weekend lalu, tidak ada satupun rencana yang berhasil direalisasikan. Bali, Anyer, Dufan, Ancol, semua tinggal rencana yang tak pernah disentuh. Namun dibalik batalnya semua rencana itu, ternyata ada satu tempat yang tidak begitu dikenal yang sudah tercantum dalam "Master Plan". Jumat siang, salah satu teman kantor yang dulu pernah menjemput rombongan Tour de Parahyangan, Rais, menawarkan untuk melakukan sebuah perjalanan ke sebuah pulau di seberang Tanjung Pasir, Tangerang. Bak mendapat durian runtuh, aku pun langsung menerima tawaran itu. Total sudah empat orang yang bersedia melakukan tour tersebut. Aku, Rais beserta istri, dan Donny. Tiga kamar yang diusahakan Rais di pulau itu, menyisakan empat orang lagi. Satu kamar untuk Rais dan istri, sementara dua kamar lagi untuk enam orang. Aku langsung menghubungi seorang biker dari Fatmawati, Abiep, dan dua bersaudara dari Taxpro, Edi dan Maman. Tinggal satu personel lagi. Dari ketujuh orang yang sudah bergabung, tak ada satupun yang memiliki "kamera beneran" untuk mengabadikan perjalanan ini. Akhirnya pilihan orang terakhir jatuh pada Mamat atau Uyo. Berhubung Uyo sudah pernah bergabung dalam Tour de Parahyangan, akhirnya pilihan jatuh ke Mamat yang belum sekalipun bergabung dalam perjalanan-perjalanan ini. Sebenarnya aku ingin mengajak semua teman-temanku tapi berhubung tour yang diselenggarakan oleh Rais ini merupakan limited edition, jadi niat itupun aku urungkan. Mungkin setelah mengetahui tempat itu, aku bisa beramai-ramai mengajak teman-teman menapaki tanah-tanah baru di seberang sana.
Tujuh orang berkumpul di halte UI tanpa Donny Sabtu paginya. Ketujuh orang itu kemudian meluncur ke Pancoran untuk bertemu dengan Donny. Setelah bertemu, perjalanan pun dimulai. Melewati Gatsu, Slipi, dan Citraland, rombongan kemudian memutar kemudi menelusuri Daan Mogot. Di Daan Mogot, rombongan 'agak' berputar-putar karena sang pemandu lupa dengan jalan menuju pelabuhan. Melewati Cengkareng, rombongan menuju arah utara. Selama kurang lebih satu jam, akhirnya rombongan sampai di daerah pantai. Miat, teman Rais yang bertindak selaku tuan rumah, sudah berada di Tanjung Pasir untuk menjemput kami.
Setelah memarkir motor kami di sebuah tempat penitipan motor, kami melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan menggunakan perahu motor. Setiap kepala dikenai tujuh ribu sekali melaut. Inilah pertama kalinya aku naik perahu motor menuju ke suatu tempat tujuan. Tapi kalau naik perahu motor, ini adalah kali kedua. Dulu aku pernah sekali naik perahu motor hanya sekedar berputar-putar di sekitar pantai wisata di Tegal :D Waktu itu hanya tiga ribu per kepala.
Sekitar dua puluh menit kemudian, kami sampai di dermaga Pulau Untung Jawa. Cukup sepi. Kesan pertamanya pun kurang begitu menarik karena pantainya cukup kotor. Banyak sampah yang berserakan di sekitar pantai. Sebenarnya itu bukan sampah penduduk setempat, tapi sampah kiriman dari ibukota. Hmm... jadi begini ya? Kita di Jakarta yang membuang sampah, tapi orang-orang di pulau seberang yang terkena dampaknya.
Sesampai di penginapan, kami mengisi perut yang dari pagi belum terisi bahkan oleh sesuap nasi. Teriknya matahari membuat kepalaku pusing. Kepalaku memang sensitif terhadap teriknya sang surya. Mungkinkah ini efek dari sensitifnya mata terhadap siar yang berlebih? Aku juga tidak tahu. Selesai makan, aku mengusir pusing dengan tidur sejenak. Apalagi dalam kondisi panas seperti itu, aku tidak mungkin melakukan aktifitas di sekitar pantai. Sekitar satu setengah jam aku tertidur. Sore harinya, kami hanya bermain-main di sekitar penginapan itu saja.
Malam harinya, aku menemani Miat, Rais, dan Novi memancing cumi. Pancingannya khusus. Tidak menggunakan umpan hidup, tapi menggunakan kayu yang dibentuk seperti udang dengan bagian ujung dipasang kait yang bentuk seperti jangkar berjari empat dan bertingkat dua. Jika ada cumi-cumi yang tersangkut, ketika pancingan itu ditarik tampak seperti motor bobrok. Dari ujungnya seperti knalpot yang mengeluarkan asap hitam. Itulah tinta yang disemprotkan oleh si cumi. Ketika sampai di darat, cumi itu juga masih berusaha menyemprot 'penyerangnya'. Semrotannya lucu, kaya orang lagi bersin, tapi yang keluar tinta hitam. Padahal badannya putih. Subhanallah... aneh, tapi nyata, tentu saja atas kehendakNya.
Esok paginya, pukul enam aku, Mamat, dan Abiep berjalan di air mengitari pulau. Butuh waktu sekita dua jam untuk mengelilingi pulau. Tapi itu juga termasuk foto-foto, melihat-lihat aneka penghuni laut, dan menikmati keindahan pantai yang jernih airnya. Setelah selesai berputar-putar, ditambah Donny yang bergabung kemudian, kami berendam di pantai. Kami menyewa empat ban untuk mengapung di pantai. Sementara kami berempat berendam, Maman hanya bermain-main di tepi pantai karena tidak membawa baju ganti.
Akhirnya waktu jualah yang memisahkan kami dari pulau itu. Sekitar jam dua belas, kami pamit ke keluarga Miat dan kembali ke Tanjung Pasir. Dari Tanjung Pasir, kami melewati jalur yang sama dengan jalur keberangkatan. Kami mulai berpisah setelah mendekati Cengkareng. Kami langsung ke tujuan kami masing-masing tanpa berkonvoi seperti waktu berangkat.
Thanks to Miat yang sudah menjadi tuan rumah untuk kami.
Terima kasih ya Allah yang sekali lagi telah membiarkan makhluk ini menikmati keindahan pantai dan lautMu. Sekali lagi, di tengah luasnya samudra, aku merasakan betapa kecilnya aku.
Friday, May 18, 2007
Jakarta Lengang
Jakarta lengang! Kalo gue nggak liat matahari yang bersinar, mungkin gue berpikir kalo hari ini adalah sabtu atau minggu di pagi hari. Jalanan begitu sepi. Para penghuni Jakarta yang biasanya berebutan jalan raya, sekarang lagi berhempitan juga, tapi bukan di Jakarta, melainkan di Bandung, pantura, terminal-terminal, stasiun-statiun, tempat-tempat wisata, dan berbagai tempat yang lain.
Hari cuti bersama kemarin (catet ya! hari cuti bersama, bukan hari libur! :p), akhirnya cuma gue habiskan bersama rekan-rekan senasib untuk bermaen bola di tempat biasa setelah semua rencana yang dibuat jauh-jauh hari nggak ada yang kesampaian. Tapi hari ini ada ajakan (lagi?) untuk touring ke salah satu dari bagian kepulauan seribu. Ah... jangan diceritain detailnya dulu. Lihat saja besok! Tapi kayanya sih hampir pasti berhasil. Soalnya temen gue sudah pesen 3 kamar di sebuah penginapan di pulau sono. OK, I'll be right there!!! (Amin...)
Hari cuti bersama kemarin (catet ya! hari cuti bersama, bukan hari libur! :p), akhirnya cuma gue habiskan bersama rekan-rekan senasib untuk bermaen bola di tempat biasa setelah semua rencana yang dibuat jauh-jauh hari nggak ada yang kesampaian. Tapi hari ini ada ajakan (lagi?) untuk touring ke salah satu dari bagian kepulauan seribu. Ah... jangan diceritain detailnya dulu. Lihat saja besok! Tapi kayanya sih hampir pasti berhasil. Soalnya temen gue sudah pesen 3 kamar di sebuah penginapan di pulau sono. OK, I'll be right there!!! (Amin...)
Tuesday, May 15, 2007
Berubah
Lagi pengen ganti suasana nih. Isi-isinya belum dimasukin lagi. Shout box, jam, link, masih belum keupdate. Kapan-kapan aja lah.
Harpitnas
"Tanggal 18 masuk nggak sih?"
"Masuk lah. Lha wong di production planning ada kok buat tanggal 18. Berarti ya kita masuk juga."
"Ih, kenapa sih kita masuk? Kan pemerintah libur! Kok nggak ngikutin pemerintah sih?"
"Lha kita kan lagi ngejar target pesenan, jadi produksi tetep jalan. Akibatnya kita juga ikutan masuk. Coba pemerintah ngejar target buat bayar utang negara, pasti pemerintah nggak libur."
"Masuk lah. Lha wong di production planning ada kok buat tanggal 18. Berarti ya kita masuk juga."
"Ih, kenapa sih kita masuk? Kan pemerintah libur! Kok nggak ngikutin pemerintah sih?"
"Lha kita kan lagi ngejar target pesenan, jadi produksi tetep jalan. Akibatnya kita juga ikutan masuk. Coba pemerintah ngejar target buat bayar utang negara, pasti pemerintah nggak libur."
Friday, May 11, 2007
Meeting, Meeting, dan Meeting
Huh... meeting terus kerjaannya. Hari ini adalah bener-bener hari meeting. Pagi ini ada dua meeting, yang satu jam 7.30 - 11.30, yang lainnya jam 9.00 - 11.00. Siangnya ada dua meeting lagi, yang satu 14.00 - 16.00 dan satunya lagi 14.00 - 16.30. After office, ternyata masih ada meeting lagi dari jam 16.30 - 19.00. Nggak tau deh, buat meeting-meeting yang bentrok mau ikut yang mana.
Kalau seharian meeting terus, kapan ngerjain hasil meetingnya? Bingung gue!@~#$!^&? Akibatnya, besok malah di suruh masuk. Disgh!!!
Kalau seharian meeting terus, kapan ngerjain hasil meetingnya? Bingung gue!@~#$!^&? Akibatnya, besok malah di suruh masuk. Disgh!!!
Thursday, May 10, 2007
Long Weekend
Baru kali ini gue sebingung ini menghadapi long weekend. Gara-garanya rencana yang masuk masih tentative semua. Masih pada belum pasti. Pertama, sodara gue ada yang ngajakin nginep di Ancol sambil maen-maen di Dufan. Tapi sampai sekarang belum ada kepastian. Terus, tiba-tiba di milis DOA ada yang ngajakin ke Dufan. Sama aja dengan yang sebelumnya, yang ini juga nggak jelas juntrungannya. Masih pada belum pasti. Eh, tau-tau si Abiep ngajakin ke Bali. Busyet, jauh bener. Jadinya malah gue tawarin aja ke anyer, yang deketan, kan sama-sama pantai :D Ternyata dia tertarik. Jadilah gue makin bingung sekarang.
Gue pengennya ikut yang jelas aja ah. Ayo, sapa yang bisa meyakinkan gue buat ikut, gue ikut. Tapi tetep... gue lebih prefer ke dufan sih :D
Gue pengennya ikut yang jelas aja ah. Ayo, sapa yang bisa meyakinkan gue buat ikut, gue ikut. Tapi tetep... gue lebih prefer ke dufan sih :D
Tuesday, May 08, 2007
Tour de Parahyangan
Jumat, 4 Mei
Pukul 9 malam gue meluncur ke arah depok untuk ngumpul di kosan Lay. Sesampai di sana, Abiep sudah dateng duluan dan lagi nonton tv ama lay.
Sabtu, 5 Mei
Gue dan Abiep bersiap-siap untuk memulai perjalanan jauh. Setelah nungguin Uyo di pertigaan Jalan Juanda, sekitar pukul 7 lewat kami bertiga berangkat menuju Bandung. Abiep sendirian dengan Megapro-nya, sedangkan gue ama Uyo dengan Supra125-nya. Kami mengambil jalan raya Bogor sebagai permulaan perjalanan setelah menembus jalan Juanda.
Selepas jalan Raya Bogor, memasuki kota Bogor, petualangan di mulai. Di pertigaan pertama, tidak ada papan penunjuk sementara ada dua jalur di depan, kiri dan lurus. Akhirnya kami mengambil jalur kiri. Setelah beberapa (puluh?) kilo meter, Uyo seperti merasakan nuansa dejavu. Uyo seperti agak familiar dengan jalan yang kami lewati. Ditambah lagi dengan adanya bis-bis besar dengan jurusan Priuk - Cibinong, UKI Cibinong. Setelah berdikusi bertiga, akhirnya kami pun putar balik dan mengambil jalur lurus yang tadi kami cuekin. Sampai menuju puncakpun kami tidak menemui hambatan yang berarti. Semua papan penunjuk yang mengarahkan ke puncak dapat kami interpretasikan dengan benar hingga akhirnya kami berhenti di Puncak Pas. Satu-satunya masalah adalah jalan menanjak yang membuat motor kami ngos-ngosan. Apalagi sempat mati meskipun dapat di atasi dengan baik. Ketika sedang menikmati bandrek dan mie rebus, gue menghubungi Rais selaku penyambut rombongan yang akan menjemput kami di cimahi. Dia pula yang mencarikan penginapan buat kami bertiga.
Ketika turun dari puncak dan melalui jalan Raya Cianjur, kami juga dengan lancar mengendarai motor kami masing-masing hingga akhirnya kami berhenti di jalan Raya Padalarang. Sesuai instruksi Rais, kami harus berhenti di dekat sebuah Dealer Honda. Kami berhenti tepat di depan Delar Honda, tapi gue ngerasa namanya sama sekali nggak ada mirip-miripnya dengan yang disebutkan Rais. Akhirnya gue menghubungi Rais dan Rais melanjutkan perjalanan dan meminta supaya gue berhenti di dekat masjid yang dekat dengan alun-alun Cimahi. Setelah melanjutkan perjalanan yang cukup jauh, alun-alun yang kami cari tidak kunjung kami lihat. Kami takut kalo kami salah jalan. Akhirnya kami berhenti di sebuah pertigaan. Gue mencoba menghubungi Rais kembali tapi tidak ada respon. Gue pun menanyakan pada orang di sekitar situ dan kemudian melanjutkan perjalanan untuk mencari masjid yang dekat dengan alun-alun, katanya sih dekat. Namun setelah beberapa puluh meter, masjid itu tidak pernah terlihat, dan Uyo tiba-tiba bilang, "Yip, tadi di sebelah alun-alun persis itu kayanya ada masjid deh." Dan akhirnya kamipun berhenti dan gue menghubungi Rais kembali. Gue menginformasikan posisi kami bertiga dan Rais bilang dalam waktu kurang lebih 20 menit dia akan ke tempat gue.
Kami memarkirkan motor di pinggir jalan dan kamipun berteduh di emperan toko. Ketika kami sedang menunggu Rais, tiba-tiba ada ibu-ibu yang berpakaian lusuh (dan maaf, kayanya 'agak-agak' gitu deh) nyerocos ke Uyo dengan bahasa Sunda. Nggak tau apa yang dirasakan Uyo, tapi gue ma Abiep saling melempar pandang sambil tersenyum.
"Nggak tau plat B apa?" gumam Abiep. Hahaha... namanya juga orang 'agak-agak' Bip.
Setelah sekitar 1 jam, Rais tidak menampakkan batang hidungnya. Gue curiga kalo bangunan tadi tuh bukan alun alun. Gue coba untuk hubungi Rais, ternyata tadi kami salah pengertian dan dia sekarang ada beberapa ratus meter di depan rombongan. Kami pun melanjutkan perjalanan dan akhirnya bertemu dengan Rais. Rais menuntun kami ke arah penginapan. Kami sampai di penginapan sekitar jam 2.30 dan akhirnya kami pun dapat beristirahat.
Jam tigaan, kami keluar dari penginapan untuk mengisi perut yang dari siang belum diisi. Kami melewati beberapa penjual makanan di belakang gedung Sate, tapi kami memutuskan untuk makan di depan gedung Sate (Gazebo) karena yang di belakang gedung Sate tidak menarik. Kami berjalan melalui pintu belakang gedung Sate. Ternyata di gedung Sate sedang ada 'acara pejabat', kampanye nasional "Cuci Tangan Pakai Sabun". Boro-boro pakai sabun, cuci tangan aja nggak :p Sesampai di pintu gerbang depan, kami menemui kesulitan, pintu-pintu tertutup sehingga kami tidak dapat keluar menuju Gazebo yang sudah terlihat di depan mata. Akhirnya kami berjalan lewat belakang kembali dan Abiep menghubungi Komala untuk dijadikan sebagai guide.
Sekitar lima menit kemudian, Komala datang dengan motornya. Dialah yang akhirnya menunjukkan tempat makan siang kami yang kesorean. Usai makan siang, kami melanjutkan acara jalan-jalan ke BABE di jalan Martadinata. Sekitar jam 5 lewat, kami pulang ke penginapan.
Hp menunjukkan pukul 7 lewat. Gue nyalain TV dan nonton MU vs MC sambil nungguin berangkat untuk makan malam dan jalan-jalan. Score sudah 1-0 untuk kemenangan MU. Setelah kami siap, kami meluncur ke BIP untuk makan malam. Interpretasi yang kurang tepat dari instruksi yang diberikan Komala selaku guide menyebabkan kami sedikit nyasar. Namun banyaknya papan penunjuk di setiap perempatan jalan cukup membantu kami untuk kembali ke jalan yang benar. Di BIP, Komala sudah menunggu dengan temannya di food court.
Setelah makan malam, kami berpindah tempat ke Dago. Di sana kami hanya berdiri di depan Plasa Dago sambil memperhatikan keramaian yang jarang gue dapatkan setiap malam minggu (secara malam minggu biasanya cuma nonton TV di kos Lay :D). Entah apa yang gue dapetin. Kata Abiep sih suasana baru. Emang beda sih. Kalo di Jakarta namanya keramaian Jakarta, tapi kalo di Bandung namanya keramaian Bandung, hehehe... Bosan dengan keramaian Dago, kami mencoba suasana baru lagi dengan mencicipi soerabi di jalan Setiabudi. Setelah satu jam lebih, beberapa menit menjelang pergantian hari, kami beranjak dari warung soerabi itu dan pulang ke penginapan.
Minggu, 6 Mei
Keesokan paginya, setelah nonton Sport7, sekitar jam setengah tujuh pagi kami keluar untuk sarapan dan menikmati keramaian Gazebo. Kami berkeliling menyusuri celah-celah Gazebo yang dipenuhi oleh penjual dan pembeli. Di sini, hampir terjadi aksi pencopetan yang melibatkan gue sebagai calon korban. Selama jalan di Gazebo, gue jalan di depan sementara Uyo dan Abiep ada di belakang gue. Uyo seperti merasakan ada seseorang yang sedang 'mengintai' dan membuntuti kami. Dia pun langsung memindahkan barang-barang berharga ke depan, ke tempat yang lebih aman. Ketika posisi kami berubah, gue di belakang sementara Abiep dan Uyo di depan gue, tiba-tiba ada seorang pengemis (?) menarik-narik celana gue dari belakang dengan posisi jongkok sambil menengadahkan tangannya untuk meminta sesuatu. Otomatis perhatian gue langsung tertuju ke belakang, ke pengemis itu. Tapi entah kenapa tiba-tiba tangan kanan gue juga reflek mendarat di saku kanan celana gue yang berisi HP gue. Ketika tangan gue sudah mendarat di saku kanan dan merasakan HP, sesaat kemudian ada tangan lain yang mendarat di atas tangan gue. Sepertinya prosesor gue lagi lambat (atau emang lambat ya :D), gue tidak langsung menyadari apa yang terjadi. "Tangan siapa ya?" pikir gue. Setelah itu gue baru sadar bahwa itu mungkin salah satu modus pencopetan. Ketika gue mengalihkan muka ke sebelah kanan, tangan itu tentu saja sudah melepaskan diri dan gue lihat ada beberapa orang yang ada di sebelah kanan. Masa mau gue tanyain satu-satu sih? (lagian cowo semua, buat apa :p kalo ada yang minta lagi gimana? ih.... serem...). Setali tiga uang, Uyo ternyata juga tidak langsung menyadari apa yang sebenarnya terjadi. "Kok ada orang yang pegangin saku celana Ayip ya?" mungkin itu pikir Uyo. Setelah ngeh, baru dia bertanya, "Yip, dompet lo aman?" gue juga nggak ngeh dengan dompet gue. Tapi untungnya pas gue cek kantong belakang celana gue masih utuh. "Aman Yo. Tadi ada yang ngincer HP gue nih. Tangan gue sampai dipegang-pegang. Hi..."
Kami melanjutkan perjalanan untuk mencari sarapan sambil membahas insiden itu. Ketika melewati sebuah 'pos' sebuah yayasan untuk mencari sumbangan, seorang bapak dari yayasan tersebut berteriak memperingatkan seisi pengunjung yang melewatinya. "Bapak-bapak, Ibu-ibu. Hati-hati dengan barang bawaan anda selama ada di tengah-tengah Gazebo. Banyak pencopet yang beraksi untuk mendapatkan dompet. Apalagi HP. Lindungi barang bawaan anda selama di tengah Gazebo. Berhati-hatilah" Yah... telat Pak, gumam gue. Tadi hampir jadi korban nih.
Setelah sarapan di sebelah gedung Sate, kami kembali ke penginapan. Tapi di tengah perjalanan, kami melihat acara kampanye di gedung sate mau dimulai. Abiep begitu antusias utuk melihatnya. Akhirnya kami memasuki gedung sate melalui salah satu pintu gerbang. Untuk menuju ke tempat berlangsungnya acara, kami harus melewati salah satu pos satpam. Kami 'diusir' karena ini acara tertutup. Kami tidak menyerah. Keluar dari pintu yang sama sewaktu kami masuk, kami 'tawaf', mengitari gedung sate. Namun jalan itu tak kunjung ditemukan. Akhirnya kami menyerah dan kembali ke penginapan.
Sekitar pukul sebelas, kami check out dari penginapan. Tujuan terakhir kami di Bandung adalah Kartika Sari di Dago dan Level FO karena di situlah bis penjaja brownies berada. Setelah belanja oleh-oleh, kami makan siang di sekitar gedung sate lagi dan kembali ke Jakarta.
Hujan menghiasi perjalanan kami ketika kami sudah setengah jalan menuruni puncak. Laju kendaraan mulai melambat. Namun kami masih beruntung karena menggunakan motor. Kami masih bisa mencari celah di antara antrean mobil yang memenuhi jalan raya puncak. Ketika hujan turun, gue sama Uyo mulai terpisah dengan Abiep. Gue sama Uyo berhenti dan mengenakan jas hujan, sementara Abiep menerabas derasnya hujan. Sejak saat itu, kami mulai terpisah jauh.
Memasuki kota bogor, gue dan Uyo mulai 'bergerilya' lagi. Setelah melewati sebuah jalan yang memberlakukan satu jalur, kami mulai merasakan sensasi yang aneh. Sepertinya ini jalan menuju ke ketersesatan. Ternyata benar, kami berputar-putar di kota bogor sekitar satu jam. Ketika kami menemukan perempatan yang ada papan penunjuk yang menginformasikan kalan ke Depok dan Jakarta, maka selamatlah kami. Ya, mengikuti petunjuk itu, akhirnya kami bisa kembali ke Depok.
Alhamdulillah, terima kasih ya Allah karena telah memberikan kami kesempatan untuk menikmati indahnya puncak. Megahnya puncak membuat kami merasakan betapa kecilnya kami. Apalagi bila dibandingkan dengan kemegahan diriMu, kami bukanlah apa-apa. Terima kasih juga telah memberikan kami keselamatan sehingga kami dapat kembali ke rumah masing-masing dalam keadaaan tak kurang sesuatu apapun.
===
Nextime => Ciater? Anyer? ???
Pukul 9 malam gue meluncur ke arah depok untuk ngumpul di kosan Lay. Sesampai di sana, Abiep sudah dateng duluan dan lagi nonton tv ama lay.
Sabtu, 5 Mei
Gue dan Abiep bersiap-siap untuk memulai perjalanan jauh. Setelah nungguin Uyo di pertigaan Jalan Juanda, sekitar pukul 7 lewat kami bertiga berangkat menuju Bandung. Abiep sendirian dengan Megapro-nya, sedangkan gue ama Uyo dengan Supra125-nya. Kami mengambil jalan raya Bogor sebagai permulaan perjalanan setelah menembus jalan Juanda.
Selepas jalan Raya Bogor, memasuki kota Bogor, petualangan di mulai. Di pertigaan pertama, tidak ada papan penunjuk sementara ada dua jalur di depan, kiri dan lurus. Akhirnya kami mengambil jalur kiri. Setelah beberapa (puluh?) kilo meter, Uyo seperti merasakan nuansa dejavu. Uyo seperti agak familiar dengan jalan yang kami lewati. Ditambah lagi dengan adanya bis-bis besar dengan jurusan Priuk - Cibinong, UKI Cibinong. Setelah berdikusi bertiga, akhirnya kami pun putar balik dan mengambil jalur lurus yang tadi kami cuekin. Sampai menuju puncakpun kami tidak menemui hambatan yang berarti. Semua papan penunjuk yang mengarahkan ke puncak dapat kami interpretasikan dengan benar hingga akhirnya kami berhenti di Puncak Pas. Satu-satunya masalah adalah jalan menanjak yang membuat motor kami ngos-ngosan. Apalagi sempat mati meskipun dapat di atasi dengan baik. Ketika sedang menikmati bandrek dan mie rebus, gue menghubungi Rais selaku penyambut rombongan yang akan menjemput kami di cimahi. Dia pula yang mencarikan penginapan buat kami bertiga.
Ketika turun dari puncak dan melalui jalan Raya Cianjur, kami juga dengan lancar mengendarai motor kami masing-masing hingga akhirnya kami berhenti di jalan Raya Padalarang. Sesuai instruksi Rais, kami harus berhenti di dekat sebuah Dealer Honda. Kami berhenti tepat di depan Delar Honda, tapi gue ngerasa namanya sama sekali nggak ada mirip-miripnya dengan yang disebutkan Rais. Akhirnya gue menghubungi Rais dan Rais melanjutkan perjalanan dan meminta supaya gue berhenti di dekat masjid yang dekat dengan alun-alun Cimahi. Setelah melanjutkan perjalanan yang cukup jauh, alun-alun yang kami cari tidak kunjung kami lihat. Kami takut kalo kami salah jalan. Akhirnya kami berhenti di sebuah pertigaan. Gue mencoba menghubungi Rais kembali tapi tidak ada respon. Gue pun menanyakan pada orang di sekitar situ dan kemudian melanjutkan perjalanan untuk mencari masjid yang dekat dengan alun-alun, katanya sih dekat. Namun setelah beberapa puluh meter, masjid itu tidak pernah terlihat, dan Uyo tiba-tiba bilang, "Yip, tadi di sebelah alun-alun persis itu kayanya ada masjid deh." Dan akhirnya kamipun berhenti dan gue menghubungi Rais kembali. Gue menginformasikan posisi kami bertiga dan Rais bilang dalam waktu kurang lebih 20 menit dia akan ke tempat gue.
Kami memarkirkan motor di pinggir jalan dan kamipun berteduh di emperan toko. Ketika kami sedang menunggu Rais, tiba-tiba ada ibu-ibu yang berpakaian lusuh (dan maaf, kayanya 'agak-agak' gitu deh) nyerocos ke Uyo dengan bahasa Sunda. Nggak tau apa yang dirasakan Uyo, tapi gue ma Abiep saling melempar pandang sambil tersenyum.
"Nggak tau plat B apa?" gumam Abiep. Hahaha... namanya juga orang 'agak-agak' Bip.
Setelah sekitar 1 jam, Rais tidak menampakkan batang hidungnya. Gue curiga kalo bangunan tadi tuh bukan alun alun. Gue coba untuk hubungi Rais, ternyata tadi kami salah pengertian dan dia sekarang ada beberapa ratus meter di depan rombongan. Kami pun melanjutkan perjalanan dan akhirnya bertemu dengan Rais. Rais menuntun kami ke arah penginapan. Kami sampai di penginapan sekitar jam 2.30 dan akhirnya kami pun dapat beristirahat.
Jam tigaan, kami keluar dari penginapan untuk mengisi perut yang dari siang belum diisi. Kami melewati beberapa penjual makanan di belakang gedung Sate, tapi kami memutuskan untuk makan di depan gedung Sate (Gazebo) karena yang di belakang gedung Sate tidak menarik. Kami berjalan melalui pintu belakang gedung Sate. Ternyata di gedung Sate sedang ada 'acara pejabat', kampanye nasional "Cuci Tangan Pakai Sabun". Boro-boro pakai sabun, cuci tangan aja nggak :p Sesampai di pintu gerbang depan, kami menemui kesulitan, pintu-pintu tertutup sehingga kami tidak dapat keluar menuju Gazebo yang sudah terlihat di depan mata. Akhirnya kami berjalan lewat belakang kembali dan Abiep menghubungi Komala untuk dijadikan sebagai guide.
Sekitar lima menit kemudian, Komala datang dengan motornya. Dialah yang akhirnya menunjukkan tempat makan siang kami yang kesorean. Usai makan siang, kami melanjutkan acara jalan-jalan ke BABE di jalan Martadinata. Sekitar jam 5 lewat, kami pulang ke penginapan.
Hp menunjukkan pukul 7 lewat. Gue nyalain TV dan nonton MU vs MC sambil nungguin berangkat untuk makan malam dan jalan-jalan. Score sudah 1-0 untuk kemenangan MU. Setelah kami siap, kami meluncur ke BIP untuk makan malam. Interpretasi yang kurang tepat dari instruksi yang diberikan Komala selaku guide menyebabkan kami sedikit nyasar. Namun banyaknya papan penunjuk di setiap perempatan jalan cukup membantu kami untuk kembali ke jalan yang benar. Di BIP, Komala sudah menunggu dengan temannya di food court.
Setelah makan malam, kami berpindah tempat ke Dago. Di sana kami hanya berdiri di depan Plasa Dago sambil memperhatikan keramaian yang jarang gue dapatkan setiap malam minggu (secara malam minggu biasanya cuma nonton TV di kos Lay :D). Entah apa yang gue dapetin. Kata Abiep sih suasana baru. Emang beda sih. Kalo di Jakarta namanya keramaian Jakarta, tapi kalo di Bandung namanya keramaian Bandung, hehehe... Bosan dengan keramaian Dago, kami mencoba suasana baru lagi dengan mencicipi soerabi di jalan Setiabudi. Setelah satu jam lebih, beberapa menit menjelang pergantian hari, kami beranjak dari warung soerabi itu dan pulang ke penginapan.
Minggu, 6 Mei
Keesokan paginya, setelah nonton Sport7, sekitar jam setengah tujuh pagi kami keluar untuk sarapan dan menikmati keramaian Gazebo. Kami berkeliling menyusuri celah-celah Gazebo yang dipenuhi oleh penjual dan pembeli. Di sini, hampir terjadi aksi pencopetan yang melibatkan gue sebagai calon korban. Selama jalan di Gazebo, gue jalan di depan sementara Uyo dan Abiep ada di belakang gue. Uyo seperti merasakan ada seseorang yang sedang 'mengintai' dan membuntuti kami. Dia pun langsung memindahkan barang-barang berharga ke depan, ke tempat yang lebih aman. Ketika posisi kami berubah, gue di belakang sementara Abiep dan Uyo di depan gue, tiba-tiba ada seorang pengemis (?) menarik-narik celana gue dari belakang dengan posisi jongkok sambil menengadahkan tangannya untuk meminta sesuatu. Otomatis perhatian gue langsung tertuju ke belakang, ke pengemis itu. Tapi entah kenapa tiba-tiba tangan kanan gue juga reflek mendarat di saku kanan celana gue yang berisi HP gue. Ketika tangan gue sudah mendarat di saku kanan dan merasakan HP, sesaat kemudian ada tangan lain yang mendarat di atas tangan gue. Sepertinya prosesor gue lagi lambat (atau emang lambat ya :D), gue tidak langsung menyadari apa yang terjadi. "Tangan siapa ya?" pikir gue. Setelah itu gue baru sadar bahwa itu mungkin salah satu modus pencopetan. Ketika gue mengalihkan muka ke sebelah kanan, tangan itu tentu saja sudah melepaskan diri dan gue lihat ada beberapa orang yang ada di sebelah kanan. Masa mau gue tanyain satu-satu sih? (lagian cowo semua, buat apa :p kalo ada yang minta lagi gimana? ih.... serem...). Setali tiga uang, Uyo ternyata juga tidak langsung menyadari apa yang sebenarnya terjadi. "Kok ada orang yang pegangin saku celana Ayip ya?" mungkin itu pikir Uyo. Setelah ngeh, baru dia bertanya, "Yip, dompet lo aman?" gue juga nggak ngeh dengan dompet gue. Tapi untungnya pas gue cek kantong belakang celana gue masih utuh. "Aman Yo. Tadi ada yang ngincer HP gue nih. Tangan gue sampai dipegang-pegang. Hi..."
Kami melanjutkan perjalanan untuk mencari sarapan sambil membahas insiden itu. Ketika melewati sebuah 'pos' sebuah yayasan untuk mencari sumbangan, seorang bapak dari yayasan tersebut berteriak memperingatkan seisi pengunjung yang melewatinya. "Bapak-bapak, Ibu-ibu. Hati-hati dengan barang bawaan anda selama ada di tengah-tengah Gazebo. Banyak pencopet yang beraksi untuk mendapatkan dompet. Apalagi HP. Lindungi barang bawaan anda selama di tengah Gazebo. Berhati-hatilah" Yah... telat Pak, gumam gue. Tadi hampir jadi korban nih.
Setelah sarapan di sebelah gedung Sate, kami kembali ke penginapan. Tapi di tengah perjalanan, kami melihat acara kampanye di gedung sate mau dimulai. Abiep begitu antusias utuk melihatnya. Akhirnya kami memasuki gedung sate melalui salah satu pintu gerbang. Untuk menuju ke tempat berlangsungnya acara, kami harus melewati salah satu pos satpam. Kami 'diusir' karena ini acara tertutup. Kami tidak menyerah. Keluar dari pintu yang sama sewaktu kami masuk, kami 'tawaf', mengitari gedung sate. Namun jalan itu tak kunjung ditemukan. Akhirnya kami menyerah dan kembali ke penginapan.
Sekitar pukul sebelas, kami check out dari penginapan. Tujuan terakhir kami di Bandung adalah Kartika Sari di Dago dan Level FO karena di situlah bis penjaja brownies berada. Setelah belanja oleh-oleh, kami makan siang di sekitar gedung sate lagi dan kembali ke Jakarta.
Hujan menghiasi perjalanan kami ketika kami sudah setengah jalan menuruni puncak. Laju kendaraan mulai melambat. Namun kami masih beruntung karena menggunakan motor. Kami masih bisa mencari celah di antara antrean mobil yang memenuhi jalan raya puncak. Ketika hujan turun, gue sama Uyo mulai terpisah dengan Abiep. Gue sama Uyo berhenti dan mengenakan jas hujan, sementara Abiep menerabas derasnya hujan. Sejak saat itu, kami mulai terpisah jauh.
Memasuki kota bogor, gue dan Uyo mulai 'bergerilya' lagi. Setelah melewati sebuah jalan yang memberlakukan satu jalur, kami mulai merasakan sensasi yang aneh. Sepertinya ini jalan menuju ke ketersesatan. Ternyata benar, kami berputar-putar di kota bogor sekitar satu jam. Ketika kami menemukan perempatan yang ada papan penunjuk yang menginformasikan kalan ke Depok dan Jakarta, maka selamatlah kami. Ya, mengikuti petunjuk itu, akhirnya kami bisa kembali ke Depok.
Alhamdulillah, terima kasih ya Allah karena telah memberikan kami kesempatan untuk menikmati indahnya puncak. Megahnya puncak membuat kami merasakan betapa kecilnya kami. Apalagi bila dibandingkan dengan kemegahan diriMu, kami bukanlah apa-apa. Terima kasih juga telah memberikan kami keselamatan sehingga kami dapat kembali ke rumah masing-masing dalam keadaaan tak kurang sesuatu apapun.
===
Nextime => Ciater? Anyer? ???
Monday, May 07, 2007
Colorful Weekend
Fantastis! Itulah kesan weekend kemarin. Mulai dari salah jalan dan hampir ke rumah galuh atau hampir nganterin Uyo ke kantor (lembur dong Yo :p). Untung 'ditolong' oleh rute angkot dan bis. Motor yang ngeden sepanjang tanjakan di puncak. 'Diocehin' pake bahasa sunda sama orang yang kayanya 'agak-agak' (emang nggak liat plat B-nya apa ya? ya... namanya juga orang 'agak-agak', maklum lah). Sedikit nyasar di rimba raya Bandung (wajarlah, secara orang baru gitu loh :p). Insting dan reflek luar biasa yang menyelamatkan dari percobaan pencopetan di Gazebo (tulisannya bener nggak sih). Informasi yang telat tentang pencopetan. Ambisi nonton acara pejabat dengan 'tawaf' mengitari gedung sate sampe 'diusir' bapak-bapak satpam (ada yang baik tapi ada yang jutek juga). Motor mogok yang 'dicium' mobil. 'Kepedean' yang berakibat salah jalan di fly over, tapi ternyata malah justru nemu 'jalan sendiri'. Hujan di daerah puncak yang menyebabkan jarak pandang berkurang dan otomatis kecepatan juga menurun. Dan terakhir, muter-muter (lagi?) di daerah Bogor.
Hahaha... its so wonderful. OK guys, nextime : Anyer? Ciater? Tangkuban Perahu? Atau Sekedar Dufan?
===
Thx to:
Rais yang udah njemput di Cimahi dan mencarikan tempat penginapan yang lumayan murah.
Komala yang udah jadi guide selama ngiterin Bandung.
Hahaha... its so wonderful. OK guys, nextime : Anyer? Ciater? Tangkuban Perahu? Atau Sekedar Dufan?
===
Thx to:
Rais yang udah njemput di Cimahi dan mencarikan tempat penginapan yang lumayan murah.
Komala yang udah jadi guide selama ngiterin Bandung.
Friday, May 04, 2007
Touring (2)
Ini bukan kisah tentang touring yang kedua. Tapi ini kisah kedua tentang rencana touring pertama.
Setelah melewati masa-masa krisis untuk mencetak hattrick, akhirnya sekarang saatnya melaju ke masa-masa kemerdekaan (halah bahasanya...). Yup, sampe detik ini gue menulis kisah ini, belum ada hambatan yang dapat menggagalkan rencana touring. Berarti gue ada kesempatan untuk tidak mencetak hattrick, hehehe...
Sampai saat ini, baru tiga orang yang dinyatakan positif (kaya kena penyakit aja hehehe...). Doakan kami selamat dan nggak kebanyakan nyasar ya, hehehe... (kebanyakan hehehe nih, hehehe...)
Setelah melewati masa-masa krisis untuk mencetak hattrick, akhirnya sekarang saatnya melaju ke masa-masa kemerdekaan (halah bahasanya...). Yup, sampe detik ini gue menulis kisah ini, belum ada hambatan yang dapat menggagalkan rencana touring. Berarti gue ada kesempatan untuk tidak mencetak hattrick, hehehe...
Sampai saat ini, baru tiga orang yang dinyatakan positif (kaya kena penyakit aja hehehe...). Doakan kami selamat dan nggak kebanyakan nyasar ya, hehehe... (kebanyakan hehehe nih, hehehe...)
Thursday, May 03, 2007
Spiderman 3
Baru kali ini gue nonton rame-rame sebanyak ini. Kemaren gue abis nonton Spiderman 3 di Gading XXI bareng temen-temen kantor sebanyak 21 orang. Yang ndaftar sih 22 orang, tapi yang satu berhalangan. Tapi entah kenapa tiba-tiba, di dalam bioskop gue merasa pusing banget. Nontonnya jadi nggak nikmat. Untung masih bisa ngikutin filmnya. Gue pikir itu cuma pusing sesaat. Paling bentaran juga ilang. Ternyata sampe kosan pun masih pusing. Gue pikir, ditinggal tidur juga paling ilang. Biasanya emang gitu. Tapi ternyata, sewaktu gue bangun buat nonton setan merah vs setan merah (forza milan!!!) pusingnya belum ilang juga. Gue pikir (kebanyakan mikir tapi nggak ada eksyennya nih :p) ntar pagi juga ilang kalo dah ditinggal tidur. Tapi ternyata (lagi...), setelah bangun pagi juga masih pusing. Gawat kalo terus-terusan gini. Akhirnya gue coba makan apel dan minum obat. Abisnya nggak ada stok makanan, yang ada cuma buah, ya udahlah, mules ya mules, yang penting pusingnya ilang , hehehe...
Eh, kok gue jadi banyakan cerita pusing daripada spiderman yang jadi judul. Ah... biarin lah, namanya juga baru sembuh dari pusing, jadi wajar kalo tulisannya kurang nyambung dari judulnya, hehehe...
Mudah-mudahan ntar ada nobar lagi buat POC3 :D
Eh, kok gue jadi banyakan cerita pusing daripada spiderman yang jadi judul. Ah... biarin lah, namanya juga baru sembuh dari pusing, jadi wajar kalo tulisannya kurang nyambung dari judulnya, hehehe...
Mudah-mudahan ntar ada nobar lagi buat POC3 :D
Wednesday, May 02, 2007
Busway
Jam sudah menunjukkan pukul 9 lewat 10. Dari Salemba, dengan tunggangan merah hitam, gue menyusuri jalan raya salemba menuju arah Senen. Menjelang perempatan Atrium, di sebelah fly over, gue mengambil jalur busway. Hari sudah malam dan biasanya memang di sekitar situ juga nggak ada polisi. Tapi setelah setengah jalan di jalur busway, gue seperti melihat bayang-bayang seseorang yang sedang berdiri di kegelapan lampu merah. Bayang-bayang tersebut seperti memegang sesuatu seperti tongkat. Perasaan nggak enak pun mulai muncul.
Bayang-bayang itu terlihat semakin jelas. Bayang-bayang itu mulai maju dan menunjukkan tongkatnya ke sebuah titik.
"Selamat malam." Suara bayang-bayang tersebut menyambut merah hitam gue. Ternyata bayang-bayang itu berseragam formal seperti yang ada di pos-pos.
"Bisa lihat surat-suratnya Pak?" Gubrax! Pasti gara-gara masuk busway nih.
"Ini pak." Jawab gue seraya menyerahkan sepucuk surat berwarna kuning itu.
"Bapak tau kan kalo motor nggak boleh lewat jalur busway. Silakan menuju ke tempat itu." Kata dia sambil menunjuk ke suatu tempat.
Sesampai di sana, gue melihat orang-orang yang senasib dengan gue. Tapi gue nggak tau apa 'kekhilafan' mereka. Di dalam pos pun 'dialog' yang sebenarnya dimulai. Petugas itu, gue dan seseorang yang senasib dengan gue, 'berbincang' di dalam sebuah pos yang cukup 'terpencil'. Setelah beberapa menit, gue dan orang yang senasib seperjuangan itu keluar dari pos dan melanjutkan perjalanan masing-masing.
Tidak ada surat merah atau biru yang keluar. Sebenarnya pengen ngerasain mendapatkan 'kertas merah / biru' itu, tapi males ngurusnya, repot. Jadi, pake jalur cepat aja deh :D
Bayang-bayang itu terlihat semakin jelas. Bayang-bayang itu mulai maju dan menunjukkan tongkatnya ke sebuah titik.
"Selamat malam." Suara bayang-bayang tersebut menyambut merah hitam gue. Ternyata bayang-bayang itu berseragam formal seperti yang ada di pos-pos.
"Bisa lihat surat-suratnya Pak?" Gubrax! Pasti gara-gara masuk busway nih.
"Ini pak." Jawab gue seraya menyerahkan sepucuk surat berwarna kuning itu.
"Bapak tau kan kalo motor nggak boleh lewat jalur busway. Silakan menuju ke tempat itu." Kata dia sambil menunjuk ke suatu tempat.
Sesampai di sana, gue melihat orang-orang yang senasib dengan gue. Tapi gue nggak tau apa 'kekhilafan' mereka. Di dalam pos pun 'dialog' yang sebenarnya dimulai. Petugas itu, gue dan seseorang yang senasib dengan gue, 'berbincang' di dalam sebuah pos yang cukup 'terpencil'. Setelah beberapa menit, gue dan orang yang senasib seperjuangan itu keluar dari pos dan melanjutkan perjalanan masing-masing.
Tidak ada surat merah atau biru yang keluar. Sebenarnya pengen ngerasain mendapatkan 'kertas merah / biru' itu, tapi males ngurusnya, repot. Jadi, pake jalur cepat aja deh :D
Tuesday, May 01, 2007
Hattrick
Setelah berandai-andai untuk melakukan touring, tiba-tiba kemarin ada seorang brother (halah, bahasanya rek...) ngajakin jalan-jalan ke bandung naek motor. Rencana kali ini sengaja nggak gue masukin ke milis 2k untuk mencegah terjadinya hattrick. Sudah dua kali gue melempar 'isu' tapi tidak ada yang berhasil satupun. Takutnya kalo mencetak hattrick, ntar giliran ngirim 'undangan beneran' jadi dicuekin deh, hehehe...
Yah... kita lihat saja nanti laporan touringnya (kalo jadi).
Yah... kita lihat saja nanti laporan touringnya (kalo jadi).
Subscribe to:
Posts (Atom)