Maksa banget ya judulnya, hehehe. Maksudnya sih "Menjelajah ke Pulau Untung Jawa" di Kepulauan Seribu.
Awal long weekend lalu, tidak ada satupun rencana yang berhasil direalisasikan. Bali, Anyer, Dufan, Ancol, semua tinggal rencana yang tak pernah disentuh. Namun dibalik batalnya semua rencana itu, ternyata ada satu tempat yang tidak begitu dikenal yang sudah tercantum dalam "Master Plan". Jumat siang, salah satu teman kantor yang dulu pernah menjemput rombongan Tour de Parahyangan, Rais, menawarkan untuk melakukan sebuah perjalanan ke sebuah pulau di seberang Tanjung Pasir, Tangerang. Bak mendapat durian runtuh, aku pun langsung menerima tawaran itu. Total sudah empat orang yang bersedia melakukan tour tersebut. Aku, Rais beserta istri, dan Donny. Tiga kamar yang diusahakan Rais di pulau itu, menyisakan empat orang lagi. Satu kamar untuk Rais dan istri, sementara dua kamar lagi untuk enam orang. Aku langsung menghubungi seorang biker dari Fatmawati, Abiep, dan dua bersaudara dari Taxpro, Edi dan Maman. Tinggal satu personel lagi. Dari ketujuh orang yang sudah bergabung, tak ada satupun yang memiliki "kamera beneran" untuk mengabadikan perjalanan ini. Akhirnya pilihan orang terakhir jatuh pada Mamat atau Uyo. Berhubung Uyo sudah pernah bergabung dalam Tour de Parahyangan, akhirnya pilihan jatuh ke Mamat yang belum sekalipun bergabung dalam perjalanan-perjalanan ini. Sebenarnya aku ingin mengajak semua teman-temanku tapi berhubung tour yang diselenggarakan oleh Rais ini merupakan limited edition, jadi niat itupun aku urungkan. Mungkin setelah mengetahui tempat itu, aku bisa beramai-ramai mengajak teman-teman menapaki tanah-tanah baru di seberang sana.
Tujuh orang berkumpul di halte UI tanpa Donny Sabtu paginya. Ketujuh orang itu kemudian meluncur ke Pancoran untuk bertemu dengan Donny. Setelah bertemu, perjalanan pun dimulai. Melewati Gatsu, Slipi, dan Citraland, rombongan kemudian memutar kemudi menelusuri Daan Mogot. Di Daan Mogot, rombongan 'agak' berputar-putar karena sang pemandu lupa dengan jalan menuju pelabuhan. Melewati Cengkareng, rombongan menuju arah utara. Selama kurang lebih satu jam, akhirnya rombongan sampai di daerah pantai. Miat, teman Rais yang bertindak selaku tuan rumah, sudah berada di Tanjung Pasir untuk menjemput kami.
Setelah memarkir motor kami di sebuah tempat penitipan motor, kami melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan menggunakan perahu motor. Setiap kepala dikenai tujuh ribu sekali melaut. Inilah pertama kalinya aku naik perahu motor menuju ke suatu tempat tujuan. Tapi kalau naik perahu motor, ini adalah kali kedua. Dulu aku pernah sekali naik perahu motor hanya sekedar berputar-putar di sekitar pantai wisata di Tegal :D Waktu itu hanya tiga ribu per kepala.
Sekitar dua puluh menit kemudian, kami sampai di dermaga Pulau Untung Jawa. Cukup sepi. Kesan pertamanya pun kurang begitu menarik karena pantainya cukup kotor. Banyak sampah yang berserakan di sekitar pantai. Sebenarnya itu bukan sampah penduduk setempat, tapi sampah kiriman dari ibukota. Hmm... jadi begini ya? Kita di Jakarta yang membuang sampah, tapi orang-orang di pulau seberang yang terkena dampaknya.
Sesampai di penginapan, kami mengisi perut yang dari pagi belum terisi bahkan oleh sesuap nasi. Teriknya matahari membuat kepalaku pusing. Kepalaku memang sensitif terhadap teriknya sang surya. Mungkinkah ini efek dari sensitifnya mata terhadap siar yang berlebih? Aku juga tidak tahu. Selesai makan, aku mengusir pusing dengan tidur sejenak. Apalagi dalam kondisi panas seperti itu, aku tidak mungkin melakukan aktifitas di sekitar pantai. Sekitar satu setengah jam aku tertidur. Sore harinya, kami hanya bermain-main di sekitar penginapan itu saja.
Malam harinya, aku menemani Miat, Rais, dan Novi memancing cumi. Pancingannya khusus. Tidak menggunakan umpan hidup, tapi menggunakan kayu yang dibentuk seperti udang dengan bagian ujung dipasang kait yang bentuk seperti jangkar berjari empat dan bertingkat dua. Jika ada cumi-cumi yang tersangkut, ketika pancingan itu ditarik tampak seperti motor bobrok. Dari ujungnya seperti knalpot yang mengeluarkan asap hitam. Itulah tinta yang disemprotkan oleh si cumi. Ketika sampai di darat, cumi itu juga masih berusaha menyemprot 'penyerangnya'. Semrotannya lucu, kaya orang lagi bersin, tapi yang keluar tinta hitam. Padahal badannya putih. Subhanallah... aneh, tapi nyata, tentu saja atas kehendakNya.
Esok paginya, pukul enam aku, Mamat, dan Abiep berjalan di air mengitari pulau. Butuh waktu sekita dua jam untuk mengelilingi pulau. Tapi itu juga termasuk foto-foto, melihat-lihat aneka penghuni laut, dan menikmati keindahan pantai yang jernih airnya. Setelah selesai berputar-putar, ditambah Donny yang bergabung kemudian, kami berendam di pantai. Kami menyewa empat ban untuk mengapung di pantai. Sementara kami berempat berendam, Maman hanya bermain-main di tepi pantai karena tidak membawa baju ganti.
Akhirnya waktu jualah yang memisahkan kami dari pulau itu. Sekitar jam dua belas, kami pamit ke keluarga Miat dan kembali ke Tanjung Pasir. Dari Tanjung Pasir, kami melewati jalur yang sama dengan jalur keberangkatan. Kami mulai berpisah setelah mendekati Cengkareng. Kami langsung ke tujuan kami masing-masing tanpa berkonvoi seperti waktu berangkat.
Thanks to Miat yang sudah menjadi tuan rumah untuk kami.
Terima kasih ya Allah yang sekali lagi telah membiarkan makhluk ini menikmati keindahan pantai dan lautMu. Sekali lagi, di tengah luasnya samudra, aku merasakan betapa kecilnya aku.
Monday, May 21, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment