Sekitar seminggu atau dua minggu sebelum lebaran, aku punya sebuah kebiasaan yang biasa aku lakukan ketika aku masih SMP-SMA. Kebiasaan itu adalah beres-beres rumah. Aku sering kebagian untuk nambal dan ngecet tembok. Bayangin aja bo! Masih seumur gitu sudah diberi kepercayaan untuk melakukan hal-hal yang luar biasa (menurutku pada saat itu). Padahal, hasilnya mungkin cukup jauh dari memuaskan, hehe... Tapi dengan bimbingan ibu dan proses pembelajaran -melihat tukang-tukang bangunan yang sedang bekerja-, kian hari hasil kerjaku makin membaik (meskipun masih tetap jauh dari memuaskan, hehe...)
Dulu mungkin aku termasuk seorang anak yang suka penasaran. Bahkan ketika melihat tembok-tembok sudah mulai agak rusak atau catnya mulai kusam, aku juga penasaran ingin membuat tembok itu menjadi mengkilap kembali. Hingga akhirnya, ibu memberiku sebuah tantangan untuk menumpaskan rasa penasaranku itu. Dan akupun senang sekali dengan tantangan baru itu.
Sebuah tantangan. Sadar atau tidak sadar, itulah yang sering ibu berikan padaku untuk menempa diriku. Ibu sering memberikan tantangan untuk mengobati rasa penasaranku yang pada awalnya hanya sebuah mimpi buatku. Salah satu tantangan yang paling seru adalah ketika di depanku ada sebuah persimpangan. Diam atau hijrah ke Jakarta. Meskipun pada saat itu, hijrah ke Jakarta hanya sebuah mimpi buatku, namun dengan doa dan dukungan keluarga, akhirnya aku mengambil tantangan untuk mencoba menaklukan rimba Jakarta. Dengan tantangan-tantangan itulah aku bisa lebih merasakan hidup menjadi lebih hidup.
Mungkin sudah saatnya sekarang aku membuat tantangan-tantangan sendiri. Tantangan yang sekarang mungkin hanya sebuah mimpi buatku. Menyelami lautan untuk mencari mutiaraku yang hilang dalam sebuah kerang. Atau membelah awan malam supaya bintang kecilku dapat kembali bersinar indah.
Tuesday, October 02, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment