Monday, October 30, 2006

Mohon maaf lahir bathin

Selamat hari idul fitri 1427H
Taqobbalallahuminna wa minkum
Shiyaamana wa shiyaamukum
Minal aidzin wal faidzin
Mohon maaf lahir dan bathin

~me, my self, n arif

Tuesday, October 17, 2006

Rekap Puasa

Setelah sekian minggu disibukkan dengan aktifitas baru di kantor, akhirnya sekarang ada waktu senggang juga buat nulis blog pada jam kerja :D, dari pada bengong. Yup, akhir-akhir ini gw emang mulai "susah nafas". Bulan kemarin aja gw memecahkan rekor masuk 5 sabtu berturut-turut mulai dari tgl 9 Sept. Ditambah bonus masuk di hari minggu tanggal 8 Okt. Tapi sekarang, gw bingung mo ngapain. Telp user nggak ada. "Bola panas" masih ada di user. So, bengong deh :D

Tarawih pertama gw lakukan di rumah soalnya pas jam tarawih gw lagi di kereta buat "mudik sughro". Meskipun ada acara mogok dan ganti lokomotif di daerah bekasi untungnya sampai tegal nggak telat banget. Paling nggak masih banyak waktu buat isya, tarawih, dan sahur. Itulah sahur pertama puasa kali ini, di rumah sendiri, asiknya. Buka pertama gw jalan bareng temen-temen ke alun-alun. Berbuka dengan salah satu menu favorit, Kupat Glabed. Sebenernya pengen soto ayam sih, tapi ngantrinya itu lho, parah banget. Setelah tarawih, jam 9 malam gw balik lagi ke jakarta. Berarti gw berada di rumah hanya sekitar 18 jam. Waktu tersingkat untuk acara mudik.

Sahur paling telat yang pernah gw alami tahun ini adalah hari selasa pertama. Gw bangun jam empat kurang dikit. Karena ga tau imsak jam berapa, akhirnya cuma makan biskuit semut. Biskuit semut? Ya, soalnya sebagian biskuitnya sudah dilahap semut. Jadi gw harus selekti untuk melihat biskuit yang masih utuh. Tapi ambil hikmahnya lah. Makan sahur sambil berbagi (dengan semut, hehehe).

Layaknya anak kos, untuk sahur gw lebih sering beli di warung. Entah kenapa sodara gw banyak yang masih tanya, "Kalo sahur masak sendiri atau beli?" Masak sendiri? Cape deh... Pagi-pagi bangun tidur pake acara masak, males kali!!! (Sebenernya masalah utamanya bukan pagi-pagi bangun tidur, tapi masaknya itu :p). Sedangkan untuk tarawih, gw lebih sering untuk solat di istiqlal. Alasannya, tidak terlalu jauh dari kantor dan nuansanya lebih nyaman dan teduh dibanding dengan masjid yang di komplek rumah karena berisik banget dengan suara anak-anak. Selain itu, jika berbuka di istiqlal, bisa lebih disiplin karena hanya membeli makanan yang akan dimakan sehingga tidak overload. Berbeda dengan berbuka di rumah yang cenderung membeli dan menimbun untuk melampiaskan hasrat. Padahal begitu berbuka, baru minum teh manis aja udah kenyang.

Setiap weekend, selalu ada acara buka bersama. Minggu pertama, buka sama teman-teman di alun-alun Tegal. Minggu berikutnya dengan anak-anak asongan "Timaher" di Gokana Teppan Atrium Senen. Berbuka bersama anak-anak DOA + weekend warrior dengan anak telkomsel sebagai "tuan rumah" menjadi acara di minggu ketiga. Acara DOA tersebut dilangsungkan di Solaria Plaza Semanggi. Sisa satu minggu terakhir di Jakarta akhirnya gw habiskan bersama sepupu-sepupu di Pizza Hut Bintaro Plaza.

Yup, ini adalah minggu terakhir di Jakarta. Pekerjaan mulai senggang, oh asiknya. Akhir minggu mudik, oh senangnya. Tapi tanggal 30 Okt sudah diminta lembur, padahal seharusnya masuk tanggal 2 Nov. Untunglah dulu pesen tiketnya tanggal 29 Okt (Kok untung? kalo beli tiketnya tgl 1 Nov pasti nggak disuruh masuk tuh. Masih berpikir untung? Ah, biarin lah...)

Udahan dulu ah, user dah nelp, udah ada kerjaan yang nyamperin. Tapi paling 10 menit kelar. Harus nunggu lama lagi. Kapan lagi bisa bersante-sante kaya gini :D

Monday, October 16, 2006

Susahnya Jadi Anak

Setelah baca artikel ini, saya jadi ingat dengan salah satu saudara saya di rumah. Yang membuat saya teringat kembali tentu saja pengalaman dia mendaftarkan anaknya ke salah satu SD favorit.

Setelah anaknya lulus dari TK, dia mendaftarkan anaknya ke salah satu SD favorit di dekat tempat tinggalnya. Tapi apa yang terjadi? Mentang-mentang membawa gelar favorit yang diberikan warga, sekolah itu mengadakan serentetan tes untuk memfilter alumnus-alumnus TK yang berebutan kursi bak orang-orang yang bekerja di sebuah gedung favorit di sebuah negara favorit para koruptor (lho kok jadi ke sini, apa maksudnya?). Singkat cerita, akhirnya si anak pun mengikuti tes-tes tersebut yang terdiri dari tes membaca, menulis, berdoa, dan sebagainya. Tes-tes yang membutuhkan kecerdasan intelektual berhasil dia lewati. Membaca, menulis, hafalan berdoa, seolah bukan masalah untuk dia. Tapi begitu menghadapi tes menyanyi, dia gagal. Bukan berarti dia tidak dapat menyanyi, tapi entah karena malu atau apa, dia tidak mau menyanyi. Akhirnya dia gagal menyandang gelar sebagai siswa SD favorit. Beruntunglah sang ibu bukan seorang "pemakan merk". Dia tidak kecewa meskipun tidak mendapatkan SD favorit.

Ada sesuatu yang menarik dari peristiwa di atas. Mungkin apa yang saya lihat dan saya simpulkan ini salah. Sepertinya pendidikan sekarang ini lebih cenderung pada kecerdasan intelektual. Lihat saja proses pendaftarannya. Kalo menurut si ibu, anak masuk SD itu supaya pintar, bukannya karena pintar. Terus bagaimana nasib para kaum yang kurang beruntung karena tidak dapat menyandang gelar pintar. Saya juga setuju. Anak masuk sekolah itu biar bisa menulis dan membaca. Tapi justru menulis dan membaca yang menjadi syarat untuk masuk. Membingungkan.

Padahal seperti orang bilang, masa kanak-kanak adalah masa bermain. Jadi sudah semestinya anak-anak yang masuk TK itu tidak ditekankan untuk belajar membaca dan menulis, tapi untuk bermain dan mengembangkan kecerdasan emosi si anak. Bermain, bergaul, berkreasi dengan fantasinya. Bukannya justru mengingat-ingat pelajaran. Kebebasan sang anak sepertinya telah terampas oleh institusi pendidikan yang seharusnya menjadi teman bermainnya. Apa boleh buat, para pengelola Tk berkilah untuk mempersiapkan anak didiknya memasuki institusi berkelas sehingga harus mengorbankan anak-anak yang tidak tahu menahu mengenai hal seperti itu. Wajar bila hal tersebut menimbulkan "pemberontakan" dalam diri sang anak. Susahnya jadi anak...

Hmm... Kok sekarang saya berkomentar seolah saya orang yang ahli dalam dunia psikologi anak ya? Beruntung dulu saya masuk tinggal masuk. Keluar tinggal keluar. Tidak ada tuntutan ataupun serentetan seleksi yang harus saya lalui. Jaman dulu memang enak ya. Siapa dulu donk eyangnya? (Sssttt... mulai nggak nyambung)

Tuesday, October 03, 2006

Imam Masjid Al Aqsha dikeroyok massa

Weitz... tunggu dulu, ini bukan aksi lanjutan kaum yahudi dalam penyerangan ke Palestina. Lihat aja ceritanya :p

Kemaren, senin sore, gw masih pulang seperti biasa jam lima-an. dan seperti biasa pula gw langsung cabut ke Istiqlal buat serentetan acara malam ramadhan, buka, maghrib, isya dan tarawih. Setelah makan di lingkungan Istiqlal, gw langsung menuju ruang utama dan duduk di shaf yang agak di depan. Tumben, persis di belakang imam, ada papan nama buat ngetek tempat. Hmm... ada tamu spesial nih, pikir gw. Dan menjelang adzan Isya, pengelola masjid mengumumkan bahwa kita kedatangan tamu yang akan mengisi ceramah tarawih, yaitu Imam Masjid Al Aqsha dengan didampingi penerjemah dari pengelola masjid Istiqlal.

Sewaktu gw nulis tulisan ini, temen gw yang kebetulan ngeliat gw nulis langsung penasaran dan komentar, "Eh, dia dikeroyok dimana? Cerita ya waktu ceramah?" Kalo elo pada berpikiran gitu, buang jauh-jauh deh itu pikiran. Proses pengeroyokan itu berlangsung di masjid Istiqlal. Setelah solat tarawih + witir selesai, biasanya jamaah bersalaman dengan imam, muazin, dll yang duduk di barisan depan. Nggak seperti biasanya, kali ini jamaah yang ingin ikutan bersalaman dengan Imam Masjid tersebut bak rakyat yang rebutan sembako. Beliaupun seperti kewalahan menghadapi jamaah yang membabi buta tersebut. Untunglah ada petugas keamanan yang akhirnya berhasil mengamankan beliau.

Jadi gitu ceritanya pren... sampai jumpa lagi di episode berikutnya...