Thursday, March 29, 2007

Berita Duka

Kemaren sore, pulang dari kerja, seperti biasa gue langsung menyalakan TV. Nonton sisa-sisa komedi situasi Office Boy, dan kemudian muter DVD, V for Vendeta (dah lama banget ya filmnya :D).

Tapi apa yang terjadi sekitar 15 menit setelah TV menyala? Tiba tiba gambar di TV meredup. Gue pikir itu emang settingan filmnya yang lagi malam hari. Ah, biarin aja! pikir gue. Tapi kok, lama banget ilangnya, bahkan textnya juga ikutan meredup. Gue jadi curiga, akhirnya gue langsung pindah ke stasiun TV, gue coba ke stasiun TV yang paling jelas. Ternyata juga sama. Innalillahi wa innailihi rojiun. TV gue sekarat. Gue tunggu sampe 15 menitan. Ternyata masih sama.

Gue pun segera mencari surat wasiat, eh, kartu garansi maksudnya. Gue cari nomor telpon service center. Gue telpon service centernya supaya teknisi dateng ke kosan gue. Hmm... gue nggak nyangka ternyata prosesnya cepet juga. Begitu telpon, gue langsung ditanya batas garansi, alamat rumah, jenis produk, type dan no serinya. Semuanya ada di kartu garansi. Lancar! Besok atau lusa teknisinya datang, kata customer servicenya. Gue bener-bener nggak nyangka kalo penanganan klaim garansinya secepat itu. Gue puas dengan pelayanan produk ini (tapi gue lebih puas kalo nggak ada masalah dengan produk yang gue beli, iya kan?). Tapi... itu baru tahap pendaftarannya aja. Gimana dengan proses reparasinya? Selancar itukah? Liat saja nanti.

Ternyata belum saatnya bagi gue buat merasakan service gratis, hehehe... Sekitar jam 9 malam, setelah TV yang sekarat ini gue doakan supaya bereinkarnasi menjadi TV plasma, ternyata sehat kembali begitu gue hidupkan kembali. Sedih? Atau senang? Ah... yang penting gue nggak perlu ngerepotin ibu kos buat nungguin tukang service-nya kalo dia datang.

Wednesday, March 28, 2007

Isyarat

Pagi ini, aku satu berita di detik yang cukup membangkitkan sisi kemakhlukanku. Ini bukan berita baru. Berita-berita sejenis sudah sering muncul entah itu di media elektronik, media cetak, maupun media cyber seperti detik yang biasa aku baca. Beritanya tentang pohon yang batang / rantingnya membentuk kalimat Allah di bagian puncaknya (jelasnya liat di link berita). Bukan berita baru bukan? Sebelumnya sudah banyak sekali berita-berita seperti itu. Kambing yang ada tulisan Allah & Muhammad di sisi-sisi perutnya. Buah yang didalamnya terdapat kalimat Allah. Atau juga kebakaran pertamina yang apinya membentuk kuda laut (yang merupakan logo dari pertamina) dan kalimat Allah. Dan masih banyak kisah-kisah yang lainnya.

Sebagian orang mungkin langsung tersadar dengan isyarat-isyarat tersebut. Itulah bukti kekuasaan dan kebesaran Allah. Sudah terlalu banyak orang yang menuhankan selain Dia. Celakanya, mungkin ada juga orang yang menganggap dirinya Tuhan. Luar Biasa!!!

Sebagian lagi, yang sudah 'terdaftar' sebagai pemilik keajaiban-keajaiban itu, begitu mengagungkan, begitu terpanggil untuk memeliharanya. Orang yang memiliki 'kambing ajaib' itu, pasti bangga dengan peliharaannya. Apalagi banyak orang yang ingin membuktikan langsung keajaiban Ilahi tersebut dengan mata kepalanya sendiri. Si kambing akan mendapat perhatian khusus dalam perawatannya.

Berbeda lagi dengan Pak Amri, selaku penemu 'pohon Allah' tersebut. Dari awal dia memang sudah mendapatkan beberapa firasat. Mulai bermimpi bertemu dengan anak kecil tiga hari berturut-turut, sampai kemalasan yang tiba-tiba muncul sesaat sebelum membantai pohon Allah. Dan sejak penemuan pohon tersebut, Pak Amri terus begadang untuk menjaga pohon tersebut. Takut terjadi apa-apa katanya.

Sepertinya bangsa kita memang masih banyak yang suka maen fisik (umm...wajar saja kalo pemenang kontes kecantikan adalah orang-orang yang bening, apalagi kalo menyandang gelar 'indo'). Padahal, bisa jadi, itulah isyarat dari-Nya supaya kita senantiasa melihat-Nya (kalaupun tidak bisa, yakinlah bahwa Dia pasti melihat kita). Dia tidak meminta kita hanya melihat kambing itu. Atau mengunjungi pohon yang membawa nama-Nya. Tapi lebih dari itu, dia ingin kita kembali. Kembali pada aturan-Nya. Dia ingin kita mengunjungi rumah-Nya. Baik rumah yang ada di tanah suci (Soale banyak juga orang yang begitu mudah bolak-balik berlibur ke belahan bumi yang lain. Tapi rasanya susah sekali untuk berlabuh sejenak ke tanah suci sekali dalam hidupnya), maupun rumah yang ada di hati suci (Aneh juga. Banyak orang bertualang ke seantero dunia untuk mencari jalan menuju Tuhan. Padahal, Dia punya rumah di dalam dirinya. Tinggal ketok pintu aja kan? Nyampe dah)
"Tiap malam saya jaga pohon ini. Sebab, dalam mimpi saya itu, anak kecil meminta untuk perlindungan. Ya mungkin saja anak kecil dalam mimpi saya itu pohon tersebut," katanya sembari tersenyum.

Lantas sampai kapan dia akan menjaga pohon itu? "Saya belum bisa pastikan sampai kapan berhenti menjaganya. Kalau malam, kalimat Allah di atas pucuk pohon itu semakin indah. Tak percaya, datanglah nanti malam," kata dia. (Dikutip dari detik. Link ada di atas)
Tanpa bermaksud menampik keindahan pohon itu, mungkin akan terdengar lebih indah kalau kalimat terakhir dari apa yang diucapkan Pak Amri diganti menjadi
"Kalau malam, kalimat Allah di lidah dan hati itu semakin indah. Tak percaya, cobalah nanti malam,"


===
Argh... jadi malu nulis ginian. Suwer deh...
Tapi bahan buat nulis blog siang ini cuma ini yang terpikir. Mo gimana lagi? hehehe...

Kembali ke Laptop

Kemarin ada berita bagus (entah menurut siapa?). Berita itu datang dari gedung yang terhormat. Rencana pemberian laptop senilai 21 juta kepada para anggota dewan yang terhormat resmi dibatalkan. Hmm... akhirnya ada juga berita menggembirakan untuk semua dari senayan. Biasanya yang muncul dari gedung tersebut adalah berita gembira untuk para penghuninya. Tapi kali ini berbeda. Acungan jempol pun patut diberikan pada mereka (mereka pasti lagi senyum-senyum biarpun ada yang sedih juga karena nggak jadi dapet laptop gratis).

Katanya (gue belum baca berita resminya), rencana pemberian laptop gretong itu sudah dianggarkan. Lalu, kemana ya larinya anggaran Laptop itu? Mungkin nggak ya, anggaran yang awalnya bertujuan untuk meningkatkan produktifitas anggota dewan tersebut, dialihkan untuk meningkatkan pendidikan rakyat jelata atau mengurangi kemiskinan di tanah air ini? Ah... mungkin berita seperti itu hanya akan muncul di acara "Mimpi Kali Ye...".

Sekarang gue jadi punya ide lho. Dewan yang terhormat itu kan sering mendapat cibiran dengan kebijakan-kebijakannya itu. Nah, untuk menaikkan citra anggota yang terhormat tersebut, gimana kalo Gedung Terhormat itu mengeluarkan kebijakan yang bakal jadi kontroversi, tapi akhirnya tidak jadi dilakukan. Kaya kasus Laptop ini, setelah jadi kontroversi akhirnya kebijakan tersebut dibatalkan. Acungan jempol pun mengalir ke senayan. Kalo dewan bisa membuat kebijakan semacam itu kan jadi sering dapet acungan jempol, hehehe.... (Pikiran yang aneh. Anggota dewan yang terhormat, jangan dengerin usulan saya. Kalo mau ditampung, silakan. Tapi jangan direalisasikan. Lagian rakyat sudah semakin pandai, kalo dewan yang terhormat sering melakukan hal-hal yang saya usulkan, pasti rakyat akan bosan dengan tingkah polah dewan yang mencla-mencle itu. Melempar isu terus menariknya lagi. Jadi jangan lakukan usulan itu ya. Bukankah mendengar dan membuang usulan itu bukan hal susah buat Anda-anda semua?)

Mending sekarang Bapak-Ibu mikirin gimana mindahin anggaran laptop itu. Jangan kasih ke Tukul atau Unyil. Mereka sudah punya Laptop sendiri. Mendingan buat biaya belajar anak-anak yang di jalanan itu. Nggak perlu Laptop, cukup sekolah lengkap dengan guru dan perpusnya, hehehe...


===
Pagi gini, mikirin tingkah polah mereka, jadi pengen belajar yang rajin. Khususnya belajar matematika
50 + 50 = cepe deh...

Pagi...

Entah kesurupan apa gue pagi ini. Jam 6.12 sudah ada di parkiran. Dan gue ngeprik jam 6.16. Rekor terpagi sepanjang sejarah.

Tuesday, March 27, 2007

Saturday Futball Fever

Sudah beberapa minggu ini, Saturday Futball Fever (SFF) kembali aktif. Bahkan, khusus untuk Sabtu ini, muncul satu ide untuk mendobrak kebiasaan berkubang di terik matahari. Saturday Futsal Fever! Itulah acara gaya baru yang belum terealisasi oleh para futball warrior. Mungkinkah? Liat saja nanti. Gue juga belum 100% yakin. Biasalah... pasti ribut-ribut dulu dan akhirnya... mudah-mudahan sih kali ini berhasil. Sukses ya bro!!!

Tapi, sebenernya bukan cuma maen bolanya yang membuat gue jadi betah ke Depok tiap sabtu pagi atau jumat malam (apalagi gue juga bukan pemain bola beneran, just for fun lah). Tapi silaturahimnya, ngumpul-ngumpulnya, cela-celaannya. Itu yang bikin gue betah ke Depok (lagian ngapain gue nongkrong sendirian di kosan). Setidaknya bisa sekedar berbincang-bincang dengan rencana masing-masing. Ternyata begitu bervariasi. Itulah kehidupan. Kalau sama semua, apa serunya kita hidup. Mending ke kuburan aja (mo ngapain?!@#$)

Ada yang masih sibuk dengan perjalanan (mungkin kata pencarian lebih tepat) cintanya, ada yang sibuk nyari pekerjaan baru yang lebih nempel di hati, ada yang nyiapin "hari H". Macam-macam deh. Yah... di usia seperti ini emang sedang seru-serunya.

Mungkin saat-saat seperti ini akan menjadi saat yang dirindukan di masa depan. Terbukti! Peserta SFF sekarang sudah mulai berkurang. Keluarga dan aktifitas masing-masing merupakan penghalang yang lazim. Wajarlah kalo yang sudah berkeluarga jadi susah untuk mengunjungi Depok lagi. Lagian udah punya 'teman' di rumah, ngapain ngumpul-ngumpul sama jomblo-jomblo yang kalo ngobrol nggak jelas juntrungannya, hahaha...

Makanya pren... selagi masih banyak yang bisa ngumpul, sabtu ini futsal yuk, apalagi tanggal merah, masa lembur sih? Ntar kalo dah pada punya anak-istri susah lho...



===
Gue belum bisa ngebayangin kalo maman sama ndut menikah. Mungkin nggak kalo mereka masih mau maen ke depok? Ya jelas nggak mungkin lah. Kalo mereka menikah ntar M-boy bisa bubar dong, hahaha...
Asli, sekarang gue lagi bingung mo nulis apaan? Biasanya jam segini gue lagi ngegame. Tapi karena posisi tempat duduk sekarang yang kurang mengijinkan, jadinya gue cuma bisa nulis blog. Masalahnya, gue nggak tau mo nulis apaan. Hingga tiba-tiba gue inget maman ma ndut. Biar nggak keliatan mo bahas mereka, jadinya gue kasih intro soal SFF, wakakaka...
~no offence
~just kidding
~just writing :D

Kebangkitan, Trend, Pasar, dan Budaya

Beberapa hari yang lalu, gue nonton salah satu film horor Indonesia, Lewat Tengah Malam (LTM - Joanna Alexandra, maap kalo tulisannya salah). Seandainya gue belum nonton film luar yang berjudul The Others (TO - Nicole Kidman), pasti gue memberikan acungan jempol (four thumbs up) buat film LTM ini. Ceritanya bagus (menurut gue). Tapi di akhir film ini, gue jadi langsung inget sama TO karena adanya kemiripan cerita. Gue pun cuma berkomentar, "Ah, ternyata cuma 'contekan'"

Nggak lama kemudian, secara 'nggak sengaja' gue nonton sinetron (ketauan deh hobinya, hehehe) di RCTI, judulnya Olivia. Sekitar lima belas menit setelah nonton, gue langsung inget sama film She Is The Man (SITM). Olivia mengisahkan tentang seorang cewe yang nggak boleh bergabung dengan tim sepakbola sekolah karena alasan gender (makanya maen di lap BNI aja kalo sabtu siang jam 2an, pasti boleh deh). Berbekal balas dendam dan rasa ingin unjuk gigi, dia bertekad untuk dapat bermain di tim sepakbola pria. Setelah melakukan penyamaran (jadi cowo bo), akhirnya dia berhasil bergabung dengan tim sepakbola sekolah lain (sebelum sinetron ini kelar, gue sudah keburu cabut ke Depok). Kisah-kisah nya juga mirip banget. Tinggal satu kamar dengan cowo, menyukai cowo (inget lho, dia sekarang lagi jadi cowo), disukai cewe (inget lho, dia aslinya cewe), dan sederet masalah-masalah lain yang membumbui alur cerita tampak tidak ada bedanya dengan film SITM. "Ah, lagi-lagi contekan" pikir gue

Selain dua film dan sinetron di atas, tentu banyak sekali film-film atau sinetron-sinetron di Indonesia yang memimiliki kemiripan dengan banyak alasan. Lihatlah bagaimana ketika Dunia Lain sukses muncul di salah satu stasiun TV, tidak lama kemudian sederet judul-judul dengan tema serupa menghiasi stasiun TV yang lain. Atau ketika Rahasia Ilahi mulai menuai rating, stasiun TV lain pun mulai memasang ancang-ancang supaya sinetron itu tidak melenggang sendirian. Sinetron-sinetron lainpun bermunculan yang merupakan buah dari strategi. Mau contoh lagi? Dulu bioskop kita hanya menyajikan film-film Hollywod. Mau tidak mau, itulah pilihan yang bisa kita santap. Hingga tiba masanya film Indonesia beranjak tampil menghiasi papan-papan Twenty One. Daun Di Atas Bantal, Ada Apa Dengan Cinta, merupakan contoh-contoh film yang mulai membangunkan film Indonesia dari tidur panjangnya. Setelah film Indonesia mulai meramaikan jagad perfilman Indonesia, trend-trend dengan sendirinya muncul ke permukaan. Ketika film-film romantis laris di pasaran, Production House berlomba-lomba membuat film-film romantis (tapi kalo tema romantis alias cinta sih kayaknya emang nggak pernah abis). Ketika film-film hantu disukai dan mendapat respon positif dari masyarakat perfilman, para hantu pun bergentayangan di baliho-baliho, poster-poster, maupun papan-papan iklan. Bahkan area bioskop pun tidak cukup untuk menampung hantu-hantu yang siap menghibur dan menakut-nakuti penontonnya. Jalan raya pun turut menjadi korban pelampiasan para hantu dalam memperkenalkan diri mereka.

Sialnya, tidak semua trend, kemiripan, atau apapun itu namanya, dapat diterima oleh masyarakat perfilman. Dunia perfilman kita sempat heboh dengan munculnya film kontroversial yang menjadi pemenang dalam ajang paling bergengsi di Indonesia, Festival Film Indonesia. Masyarakat yang peduli dengan perfilman Indonesia pun melakukan aksi demo dengan cara mengembalikan piala-piala yang pernah mereka terima melalui ajang bergengsi tersebut. Apa jadinya jika film yang dianggap tidak memiliki orisinalitas itu maju ke pentas festival tingkat dunia? Ah, peduli setan, gue mah yang penting bisa nonton film-film dari hasil 'kemiripan' CD/DVD (dengan yang ori) yang sekarang sepertinya sudah menjadi trend karena pasar juga tidak menolaknya, hehehe... Weitz... tunggu dulu, gue cuma melakukan itu sama film2 luar. Kalo film indo, pasti gue nonton dari CD ori atau langsung di bioskop. Biar karya anak negeri terus berkembang, ceile...

Kemunculan film-film Indonesia di saat-saat yang sepi dulu, bolehlah kalo kita sebut sebagai kebangkitan perfilman nasional (Tapi sampai sekarang gue belum menemukan momen-momen apa yang menjadi kebangkitan persinetronan nasional. Apakah sinetron-sinetron kita sudah berdiri dari dulu, atau... jangan-jangan... sampai sekarang emang belum pernah berdiri tapi hanya berhalusinasi bahwa mereka sudah berdiri? Mikirin gituan, jadi pengen makan tape sama cabe. Tape deh... cabe deh...). Tapi setelah itu, mungkin yang muncul hanya trend dan permintaan pasar. Atau bahkan... sudah menjadi budaya. Ngekor, njiplak, or whatever lah, pokoke yang kaya gitu. Trend, pasar, dan budaya, sepertinya sudah tipis sekali perbedaannya. Tidak heran kalau sekarang kita disodorkan dengan film-film yang biasanya mirip-mirip, apalagi sinetron. Parah. Kalau sinetron aslinya dari luar (biasanya sih dari korea dan sekitarnya) habis dalam 60 episode, versi Indonya bisa nyampe 2 kalinya. Ternyata kita jago ya dalam mencari masalah, maksudnya masalah buat manjang-manjangin durasi sinetron. Apakah ini karena trend, permintaan pasar, atau sekedar ngekor-ngekoran? Tau ah, emang gue pikirin? Gue nggak pernah nonton sinetron gituan.

Komentar terakhir, tulisan-tulisan di atas bukan harapan-harapan optimis maupun pesimis untuk dunia entertainment Indonesia (Buat gue yang penting kalo lagi nganggur ada film yang bisa ditonton). Bukan juga merupakan kritikan (Gue bukan pemerhati dunia perfilman dan persinetronan, apalagi praktisi. Gue cuma penikmat film dan sinetron yang menurut gue bagus, itu aja). Tapi, tulisan di atas hanya cuap-cuap alias celotehan anak kecil yang tidak tahu apa-apa tentang dunia entertaintment. Dan yang pasti, gue menulis karena gue punya waktu buat blogging sebelum jam 7.30. Setelah jam 7.30, gue sudah mulai kerja (Boong ding, pasti browsing dulu, nggak mungkin langsung kerja. Buka gmail, detik, kompas, republika, blog orang...dst).

Friday, March 23, 2007

From Heaven To Hell

Yup, itulah pepatah yang pas buat menggambarkan kondisi gue saat ini.

Hari ini adalah hari terakhir gue bekerja di sini (Ruang Abaper - Sunter). Tempat yang merupakan surga bagi para staff IT yang 'kurang ajar' dan 'bandel-bandel'. Browsing, ngegame, kayanya jadi aktifitas yang biasa di tempat ini, hehehe... asal nggak ada boz aza. Kalo pas makan siang nggak ada boz juga bisa jadi nambah extra time, berangkat duluan 1/2 jam, pulang telat 1/2 jam, hehehe lagi.

Tapi, di pegangsaan nanti, di tempat baru (eh, tempat asli ding) semuanya jadi susah. Apalagi posisi gue. Tinggal berdiri dan nengok kiri ato belakang, para petinggi sudah kliatan. Hmm... jadi 'kliatan' rajin kerja deh. So... kalo hari jumat gue ngga bisa bebas cuap-cuap lagi di konferens, harap maklum ya...

Ya udahlah, emang tempat gue di situ kok.

Wednesday, March 21, 2007

Masih Tentang Telpon

Setelah dua kisah tentang telpon (callback dan sok tau), masih ada lagi beberapa cerita tentang 'permusuhan' gue sama telpon di kantor.

Salah Angkat
Telpon : Tut...tut...
Gue : "Halo..."
Telpon : Tut... tut...
Orang-orang di ruangan : "Huahaha..." (Tau kan kenapa pada ketawa, yang bunyi telpon satu yang gue angkat telpon dua)
Gue : "Sialan, kenapa telponnya di gue semua sih"

Salah Taro
Gue sama teman sebelah, Cheryl, sedang sama-sama menelpon orang. Gue pake telpon satu, Cheryl pake telpon dua. Setelah beberapa lama...

Gue : "OK pak, makasih" (kemudian dengan santainya gue naro gagang telpon ke telpon terdekat dan kembali ke laptop, eh, ke komputer ding)
Cheryl : "Ayip!!! Gue lagi telpon, kenapa lo tutup telpon gue?
Orang-orang di ruangan : "Huahaha..."
Cheryl : "Liat tuh" (Ternyata orang-orang lebih ngeh dari pada gue sehingga mereka sudah ketawa duluan sebelum gue sadar dengan apa yang barusan gue lakukan)
Gue : "Ho... kebalik ya? Ya udah gue balikin lagi. Nih. Beres kan?"

Dan kemudian gue balik lagi ke kompi (dengan maksud kabur dari tanggung jawab, hehehe)

Tuesday, March 20, 2007

Kerja Lagi

Long Weekend sudah habis. Meski tidak ada yang spesial dari weekend kemarin, tapi nuansanya masih terasa. Males masuk kerja. Apalagi bangun tidur badan terasa nggak fit, pilek, sesekali masih batuk. Tapi hari ini ada meeting 3 x. Kaya minum obat aja, hehehe. Pertama transfer knowledge untuk area tax (Padahal tax bukan bagian gue). Kedua meeting DRP (tau deh mau bahas apaan, padahal gue kayanya nggak ikutan deh). Dan terakhir sosialisasi change request (kalo yang ini emang relevant dengan posisi gue sebagai analist).

Aduh... males deh...


apdetan sore hari:
Ternyata gue nggak perlu ikut transfer knowledge untuk Tax karena itu memang bukan bagian gue :)
Ternyata gue merupakan salah satu "kontributor" dalam DRP meski bukan pelaku utama
Ternyata gue telah mengerjakan banyak pekerjaan dalam pembuatan CR yang sebenernya bukan porsi gue sebagai IT Analyst :(

Thursday, March 15, 2007

Donor Tiga Jarum

Pagi ini jam 9 ada donor darah yang diadakan perusahaan di Ruang Karisma Sunter. Terakhir kali saya mendonorkan darah adalah sekitar setahun yang lalu, yaitu 27 Maret 2006 di Pegangsaan. Momen ini tentu saja menjadi kesempatan yang bagus untuk melakukan donor darah kembali. Dan sepuluh menit menjelang jam 9 pun saya bergerak menuju Ruang Karisma.

Saya : "Bu, daftarnya dimana ya?"
Petugas pendaftaran : "Isi formulir yang ada di meja itu terus taro di sini ya."
Saya : "Makasih Bu."

Sayapun mengambil formulir yang berserakan di meja yang ditunjuk tadi dan mengisinya. Setelah mengisi, saya menyerahkan ke petugas pendaftaran dan menunggu untuk dipanggil.

Petugas cek darah : "Bapak Arif!!!"
Saya : "Arif Irawan Pak?"
Petugas cek darah : "Iya betul, silakan duduk Pak. Saya cek dulu ya"
Cek...cek...cek...
Petugas cek darah : "OK, silakan langsung ke situ Pak." (sambil menunjuk tempat pengambilan darah)
Saya : "Terima kasih pak."

Dan sayapun bergegas ke tempat pengambilan darah.

Pengambil darah (bukan drakula lho) : "Silakan tiduran dulu pak."
Pengambil darah : "Mau diambil dari sebelah mana pak?"
Saya : "Dari leher kiri bisa Mba? Tapi jarumnya yang bercabang dua. Biar bekasnya kaya abis digigit drakula."
Pengambil darah : "Ih, bisa aja Bapak. Kalo yang bercabang dua nggak ada Pak. Adanya yang bercabang tiga. Mau?"
Saya : "Tiga?"
Pengambil darah : "Iya, biar kaya Sasuke yang abis digigit Orochimaru. Sapa tau nanti pas bulan purnama bisa keluar seal-nya terus Bapak bisa berubah."
Saya : "Hah??? Serius Mba?"
Pengambil darah : "Iya, ini jarumnya."
Saya : "Oh... ya udah deh Mba, kalo gitu ambil darah dari tangan kiri aja biar gampang."


ps:
Scene terakhir asli bo'ongannya. Kecuali bagian menyuruh tiduran dulu sama bagian permintaan ambil darah dari tangan kiri. Itu pun sebenernya cuma request dalam hati.

Monday, March 05, 2007

4883

Telpon (4843) : "Tuut... tuut..."
Saya : "Halo, pagi."
Dino : "Eh Yip, ada apa?"
Saya : "BMA gimana? Ada yang bisa gw kerjain lagi nggak? Sekalian generate tabelnya ya."
Dino : "Oh, ok. Tapi ntar ya, kompi gw lagi restart. Ntar gw telp lagi."
Saya : "OK"

Beberapa saat kemudian.
Telpon (4883) : "Tuut... tuut..."
Saya : "Halo Din."
Someone di telp : "Halo, bisa bicara dengan Nidya?"
Saya (dalam hati) : "Lha, Dino ngapain nyari Nidya. Ups, ternyata 4883, bukan 4843. Malu gue. Tadi dia sadar nggak ya tadi gue panggil Din, hehehe."
Saya : "Mm... Nidyanya belum datang Pak."
Someone di telpon : "O... makasih."

Behind the scene.
Saya : "Argh.... kenapa sih telpon di sini bermasalah terus."
Telpon : "Lha, wong situ yang nggak konsen kok malah eke yang disalahin."

Bank

Di suatu hari, tiga orang sahabat melakukan perbincangan yang seru. Sebut saja mereka si Putih, si Abu-abu, dan si Hitam. Mereka bertukar pikiran mengenai suatu lembaga yang sudah menjadi 'barang wajib' di jaman sekarang.

H : "Bu, pinjem duit dong, ce..."
A : "Sory dory mory... ane lagi bokek coy."
H : "Halah... Eh Tih, ada nggak? Cepe ceng. Ntar ane balikin lewat bank deh. Ntar ane transfer ke rekening ente."
P : "Tam, kalo pinjem duit sih ok-ok aja. Tapi cara balikinnya yang kaga ok, cash aje ye. Ane kaga punya rekening di bank."
A : "Busyet... Hare gene kaga punya rekening? Emang ente tinggal di mana coy?"
A + H : "Di Hutan? Hahaha...."
P : "Kaga mungkin lah, sekarang di taneh kite nih, hutannya udeh jadi danau cing. Danau musiman alias danau lima taonan."
A + P + H : "Hahaha..."
A : "Bener juga ape kate ente. Tapi bai de wei temennya bas wei nih, emang beneran ente kaga punye rekening. Kenape? Riba?".
P : "Iye nih. Ane takut ame ribanye. Riba itu haram. Dan barang yang membawa riba bisa membawa kita ke nerake. Kate Pa Ustad sih gitu."
A : "Aduh... kemane aje nih orang? Ente pan tau. Sekarang jamannye serba canggih. Dan kecanggihan itu juga sudah merambah ke dunia perekonomian."
H : "Lagak lo tuh. Kaye pakar ekonomi aje. Duit aja kaga gablek."
A : "Hehehe..."
H : "Nyengir aje bisa lo."
A : "Eh, bentar nih, ane belum kelar ngomongnya tadi. Jadi sekarang udah jamannya transaksi-transaksi itu serba otomatis cing. Jadi mau nggak mau pasti melibatkan bank. Emang sih, ane tau, bank itu erat kaitannya ama riba. Tapi sekarang kan udah bejibun tuh bank-bank yang nyediain paket-paket syariah yang berbasis sistem syariah. So, sapa takut berhubungan sama bank?"
H : "Udah deh, ngapain pusing-pusing. Pokoke sekarang kita tuh nggak bisa hidup tanpa bank. Gajian pake bank. Transfer pake bank. Nabung pake bank. Bayar pake bank. Jadi ya udahlah. Terima aja. Jangan bikin susah sendiri."
P : "Nggak ah. Memang sih sekarang dah banyak bank-bank syariah, tapi kan tetep aja tuh bank pasti berhubungan dengan bank-bank konvensional. Abis gimana lagi, orang kita berada di satu sistem besar, ya pasti nggak bisa lepas dari yang konvensional meskipun yang kita pegang sudah menganut syariah."
A : "Busyet dah. Kalo dah ngomongin satu kesatuan sistem kaya gitu ya susah coy. Lha emang sekarang kita hidup di jaman yang kaya gitu. Yang penting kan niat kita coy, trus kaga ikut-ikutan yang lain. Yang penting niat kita emang cuma buat nyimpen duit dan memanfaatkan fasilitas bank selama tidak melibatkan riba. Udah gitu, pan bank yang kita pake bank syariah. Jadi ya... mudah-mudahan sih aman dunia akhirat."
H : "Sekarang gue jadi penasaran. Emang lo nyimpen duit lo dimana? Di celengan ayam? Hehehe..."
P : "Selama ini sih gue nyimpen duit di rumah, bentuknya bisa duit atau emas. Ya... perhiasan gitu deh. Kalo pas ada banyak duit ya gue beliin tanah aja. Pokoknya gue kelola sendiri deh. Lebih adem hati aye."
A + H : "Hah..."
A : "Segitunya banget lo coy. Argh... susah deh ngomong ama nih orang."
H : "Hidup udah susah, malah makin dibikin susah. Orang yang aneh. Eh Tih, gimana jadi minjemin duit nggak? Ntar aye balikin pake tanah deh."
A + P + H : "Hahaha..."

Thursday, March 01, 2007

Callback

Callback adalah salah satu fasilitas telepon kantor yang berguna untuk memberitahu bahwa orang yang akan kita hubungi dan sedang online, telah selesai bicara atau sudah offline. Buat pembaca yang masih ndeso, berikut ini saya ceritakan proses callback:

  1. Hubungi nomor yang dimaksud, jika terdengar nada sibuk, tekan tombol callback dan tutup telepon.
  2. Setelah terdengar nada callback, berarti orang yang tadi kita hubungi sudah offline dan dapat kita hubungi kembali.
  3. Angkat telepon dan telepon yang kita tuju akan berdering.
  4. Selanjutnya seperti proses menelpon biasa.

Tapi dalam kehidupan sehari-hari, terkadang ketika pikiran kita sedang katro dapat terjadi hal-hal yang cukup menggelikan. Berikut ini dua 'percakapan yang tidak biasa' yang pernah saya alami.

***


Telpon : "tet tot tet tot" (saya menekan nomor ekstensi)
Telpon : "tut..." (nada sibuk, kemudian saya menekan callback)
Selang beberapa menit...
Telpon : "Tuuut....."
Saya : "Halo, Selamat pagi. Bisa bicara dengan Pak Feri?"
Bu Susi : "Hei Rif. Ini saya, Bu Susi. Lha orang saya yang nelpon kamu kok malah kamu yang cari orang? Pasti abis callback ya?"
Saya : "Eh, maaf bu. Saya nggak ngeh. Saya pikir tadi callback. Ada apa Bu?"
Dan percakapan pun berlanjut. Setelah saya ceritakan kejadian barusan ke teman sebelah, dia tertawa terbahak-bahak.

***


Telpon : "Tut tut tut tut"
Saya : "Halo."
Someone di telpon : "Halo."
Saya : "Selamat siang."
Someone di telpon : "Selamat siang."
Saya : "Halo."
Someone di telpon : "Halo."
Saya (berteriak pada orang-orang di ruangan) : "Hei, tadi ada yang callback ya?"
Someone di ruangan : "Iya, tadi gue callback."
Saya (sambil menutup telpon) : "Sialan, pantesan."
Setelah saya ceritakan ke teman-teman, merekapun tertawa terbahak-bahak.

***


ps:
Bunyi nada dering : Tuuut.....Tuuut.....Tuuut.....
Bunyi nada sibuk : Tuuut.....
Bunyi nada callback :TutTutTutTut.....TutTutTutTut.....