Friday, December 28, 2007

Akhir Tahun

Akhir tahun, seperti layaknya umumnya perusahaan, selalu ada libur / cuti bersama. Begitu juga dengan di sini. Kebetulan liburan ini juga dekat dengan liburan idul adha dan natal. Kemarin perusahaan meliburkan dari tanggal 20 sampai 25. Dan nanti, tanggal 29 sampai tanggal 2, perusahaan juga meliburkan.

Tapi... setelah mengatur jadwal persiapan go live project, ternyata 'jatah' libur untukku hanya tanggal 1. Itu pun bukan karena tanggal merah atau tahun baru, tapi karena servernya mati, hehehe... Entah apa yang harus kurasakan. Senang? Sedih? Hmm... keduanya juga boleh sih.

Sepertinya harus menyiapkan kembang api supaya kalau tanggal 31 masuk sampai malam, bisa ikutan menyalakan kembang api di atas gedung ketika tahun berganti, hehe....

Wednesday, December 26, 2007

Counting Down

Enam bulan dilalui sejak Juli 2005, setelah melalui masa penjajakan, akhirnya saya harus mengakhiri hubungan itu. Bukan berakhir total. Tapi berakhir justru dengan sebuah hubungan baru. Sejak saat itu, saya harus menjalani hidup dalam sebuah ikatan.

Tidak terasa, waktu terus berjalan. Hampir dua tahun sejak ikatan itu di deklarasikan, sudah saatnya ikatan itu diputuskan. Membuat saya merasa bebas, hidup tanpa ikatan lagi. Ah... ternyata ikatan itu sirna juga. Sungguh tak terasa. Tapi... setelah melihat masa lalu lagi, ternyata masih ada satu ikatan lagi yang masih membelenggu. Ikatan itu belum benar-benar lepas. Tapi setidaknya, perlahan, ikatan itu mulai lepas satu persatu.

Hidup Kebebasan!!!

Wednesday, December 05, 2007

Menyambut Idul Adha

Diambil dari sebuah milis. Mudah-mudahan bisa menjadi pelajaran untuk kita semua, terutama untuk saya sendiri.

===

Kuhentikan mobil tepat di ujung kandang tempat berjualan hewan Qurban. Saat pintu mobil kubuka, bau tak sedap memenuhi rongga hidungku, dengan spontan aku menutupnya dengan saputangan. Suasana di tempat itu sangat ramai, dari para penjual yang hanya bersarung hingga ibu-ibu berkerudung Majelis Taklim, tidak terkecuali anak-anak yang ikut menemani orang tuanya melihat hewan yang akan di-Qurban-kan pada Idul Adha nanti, sebuah pembelajaran yang cukup baik bagi anak-anak sejak dini tentang pengorbanan NabiAllah Ibrahim & Nabi Ismail.

Aku masuk dalam kerumunan orang-orang yang sedang bertransaksi memilih hewan yang akan di sembelih saat Qurban nanti. Mataku tertuju pada seekor kambing coklat bertanduk panjang, ukuran badannya besar melebihi kambing-kambing di sekitarnya.

" Berapa harga kambing yang itu pak?" ujarku menunjuk kambing coklat tersebut.

" Yang coklat itu yang terbesar pak. Kambing Mega Super dua juta rupiah tidak kurang" kata si pedagang berpromosi matanya berkeliling sambil tetap melayani calon pembeli lainnya.

" Tidak bisa turun pak?" kataku mencoba bernegosiasi.

" Tidak kurang tidak lebih, sekarang harga-harga serba mahal" si pedagang bertahan.

" Satu juta lima ratus ribu ya?" aku melakukan penawaran pertama

" Maaf pak, masih jauh. " ujarnya cuek.

Aku menimbang-nimbang, apakah akan terus melakukan penawaran terendah berharap si pedagang berubah pendirian dengan menurunkan harganya.

" Oke pak bagaimana kalau satu juta tujuh ratus lima puluh ribu?" kataku

" Masih belum nutup pak " ujarnya tetap cuek

" Yang sedang mahal kan harga minyak pak. Kenapa kambing ikut naik?" ujarku berdalih mencoba melakukan penawaran termurah.

" Yah bapak, meskipun kambing gak minum minyak. Tapi dia gak bisa datang ke sini sendiri.

Tetap saja harus di angkut mobil pak, dan mobil bahan bakarnya bukan rumput" kata si pedagang meledek.

Dalam hati aku berkata, alot juga pedagang satu ini. Tidak menawarkan harga selain yang sudah di kemukakannya di awal tadi. Pandangan aku alihkan ke kambing lainnya yang lebih kecil dari si coklat. Lumayan bila ada perbedaan harga lima ratus ribu. Kebetulan dari tempat penjual kambing ini, aku berencana ke toko ban mobil. Mengganti ban belakang yang sudah mulai terlihat halus tusirannya. Kelebihan tersebut bisa untuk menambah budget ban yang harganya kini selangit.

" Kalau yang belang hitam putih itu berapa bang?" kataku kemudian

" Nah yang itu Super biasa. Satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah" katanya

Belum sempat aku menawar, di sebelahku berdiri seorang kakek menanyakan harga kambing coklat Mega Super tadi. Meskipun pakaian "korpri" yang ia kenakan lusuh, tetapi wajahnya masih terlihat segar.

" Gagah banget kambing itu. Berapa harganya mas?" katanya kagum

" Dua juta tidak kurang tidak lebih kek. " kata si pedagang setengah malas menjawab setelah melihat penampilan si kakek.

" Weleh larang men regane (mahal benar harganya)?" kata si kakek dalam bahasa Purwokertoan " bisa di tawar-kan ya mas?" lanjutnya mencoba negosiasi juga.

" Cari kambing yang lain aja kek. " si pedagang terlihat semakin malas meladeni.

" Ora usah (tidak) mas. Aku arep sing apik lan gagah Qurban taun iki (Aku mau yang terbaik dan gagah untuk Qurban tahun ini)

Duit-e (uangnya) cukup kanggo (untuk) mbayar koq mas. " katanya tetap bersemangat seraya mengeluarkan bungkusan dari saku celananya. Bungkusan dari kain perca yang juga sudah lusuh itu di bukanya, enam belas lembar uang seratus ribuan dan sembilan lembar uang lima puluh ribuan dikeluarkan dari dalamnya.

" Iki (ini) dua juta rupiah mas. Weduse (kambingnya) dianter ke rumah ya mas?" lanjutnya mantap tetapi tetap bersahaja.

Si pedagang kambing kaget, tidak terkecuali aku yang memperhatikannya sejak tadi. Dengan wajah masih ragu tidak percaya si pedagang menerima uang yang disodorkan si kakek, kemudian di hitungnya perlahan lembar demi lembar uang itu.

" Kek, ini ada lebih lima puluh ribu rupiah" si pedagang mengeluarkan selembar lima puluh ribuan

" Ora ono ongkos kirime tho...?" (Enggak ada ongkos kirimnya ya?) si kakek seakan tahu uang yang diberikannya berlebih

" Dua juta sudah termasuk ongkos kirim" si pedagangyangcukup jujur memberikan lima puluh ribu ke kakek " mau di antar ke mana mbah?" (tiba-tiba panggilan kakek berubah menjadi mbah)

"Alhamdulillah, lewih (lebih) lima puluh ribu iso di tabung neh (bisa ditabung lagi)" kata si kakek sambil menerimanya " tulung anterke ning deso cedak kono yo (tolong antar ke desa dekat itu ya), sak sampene ning mburine (sesampainya di belakang) Masjid Baiturrohman, takon ae umahe (tanya saja rumahnya) mbah Sutrimo pensiunan pegawe Pemda Pasir Mukti, InsyaAllah bocah-bocah podo ngerti (InsyaAllah anak-anak sudah tahu). "

Setelah selesai bertransaksi dan membayar apa yang telah di sepakatinya, si kakek berjalan ke arah sebuah sepeda tua yang disandarkan pada sebatang pohon pisang, tidak jauh dari X-Trail milikku. Perlahan di angkat dari sandaran, kemudian dengan sigap di kayuhnya tetap dengan semangat. Entah perasaan apa lagi yang dapat kurasakan saat itu, semuanya berbalik ke arah berlawanan dalam pandanganku. Kakek tua pensiunan pegawai Pemda yang hanya berkendara sepeda engkol, sanggup membeli hewan Qurban yang terbaik untuk dirinya. Aku tidak tahu persis berapa uang pensiunan PNS yang diterima setiap bulan oleh si kakek. Yang aku tahu, di sekitar masjid Baiturrohman tidak ada rumah yang berdiri dengan mewah, rata-rata penduduk sekitar desa Pasir Mukti hanya petani dan para pensiunan pegawai rendahan.

Yang pasti secara materi, sangatlah jauh di banding penghasilanku sebagai Manajer perusahaan swasta asing. Yang sanggup membeli rumah di kawasan cukup bergengsi Yang sanggup membeli kendaraan roda empat yang harga ban-nya saja cukup membeli seekor kambing Mega Super Yang sanggup mempunyai hobby berkendara moge (motor gede) dan memilikinya Yang sanggup mengkoleksi “raket” hanya untuk olah-raga seminggu sekali Yang sanggup juga membeli hewan Qurban dua ekor sapi sekaligus. Tapi apa yang aku pikirkan? Aku hanya hendak membeli hewan Qurban yang jauh di bawah kemampuanku yang harganya tidak lebih dari service rutin mobil X-Trail, kendaraanku di dunia fana.

Sementara untuk kendaraanku di akhirat kelak, aku berpikir seribu kali saat membelinya. Ya Allah, Engkau yang Maha Membolak-balikan hati manusia balikkan hati hambaMu yang tak pernah berSyukur ini ke arah orang yang pandai menSyukuri nikmatMu

Tuesday, December 04, 2007

Tour (yang gagal)

Setelah mendiskusikan lewat ym sama sang pencetus dan melempar isu ke milis, ternyata malah gue sendiri yang akhirnya nggak bisa ikutan, hihihi...

Alasan pertama sih tadinya karena cuaca yang mulai nggak asik lagi. Secara sudah beberapa hari ini hujan mulu dan sebagian jalan juga mulai banjir sejenak. Males aja kalo lagi asik-asik touring tau-tau hujan di jalan, kaya touring yang pertama dulu. Gak asik deh bro pokoknya. Kalo touringnya naik bis sih boleh aja. Tapi masa touring pake bis, nggak seru banget, hehehe... Sedangkan alasan kedua, ternyata pada tanggal yang sudah ditentukan, ada temen gue yang menikah. So, kayanya touringnya emang harus diundur.

Monday, December 03, 2007

Liburan

Umm... moodnya sudah mulai nggak asik nih. Sudah mulai kecium hawa liburan, hehe... Padahal masih lama. Dan kemarin pun, gue juga baru balik ke rumah.

Ada temen yang ngajakin jalan. Entah sekedar ke ragunan, taman safari, atau ke Bandung. Ada juga yang ngajakin tour ke Bandung. Tapi melihat kemarin-kemarin yang sudah mulai hujan, jadi agak mikir-mikir lagi. Secara touring pertama ke Bandung dari puncak sampai kota Bogor terus diguyur hujan. Mana pake nyasar lagi, hihi...

Tapi yang jelas, liburan lebaran haji nanti, kayanya giliran jalan-jalan sama orang tua. Salah satu sepupu di Wonosobo menikah. Dan gue pengen banget nganterin mereka jalan. Gue lupa kapan terakhir jalan-jalan sama beliau-beliau. Mungkin ketika masih kelas tiga SMU. Kami bertiga menghadiri acara 'nyewu' mbah di tanah kelahiran, Sumpyuh, sekalian maen ke rumah bude di daerah Gombong dan sekitarnya. Atau... kalo masih dalam lingkup dalam kota, terakhir gue jalan bareng beliau-beliau itu ketika gue wisuda (Feb 2005) dan ketika sepupu gue menikah (Nov 2005).

Tapi yang paling deket, mungkin sekedar 'jalan-jalan' seputar TIM, Djakarta Theater atau Blitz Megaplex. Tentu saja, buat nonton bareng film-film Jiffest. Tapi sampai sekarang kok belum ada yang resmi ngajakin nonton ya?

Jiffest 2007

Untuk kesekian kali, rencana nonton Jiffest kayanya bakalan mendapat hambatan lagi. Dan lagi, sesuatu yang menghambat itu datang dari kantor dengan judul yang sama seperti tahun lalu, 'masa-masa menjelang go live'. Argh...

Sebenernya, dari Jiffest ini, yang paling penting buat gue bukan filmnya sih. Tapi kebersamaannya. Karena gue tidak pernah nonton Jiffest sendirian. Beda dengan nonton film-film yang biasa diputar di bioskop reguler. Selalu ada teman, entah teman yang biasa ketemu atau teman yang sudah cukup lama nggak ketemu. Jiffest mampu menyatukan kami kembali, nggak kaya film-film Amrik yang biasa diputar di bioskop reguler.

Kalo setiap sabtu ada Futsal atau 'bola rumput' yang mempertemukan gue sama teman-teman. Mungkin dalam skala tahunan, Jiffest memiliki peran yang sama. Sebagai ajang rame-rame, nonton bareng. So guys, pada mo nonton apa nih?