Tuesday, April 18, 2006

Side Job

Sabtu pagi, bersamaan dengan munculnya sang mentari, ketika kedua jarum jam dinding kamarku tampak mesra berada di antara rumah ke enam dan ke tujuh, aku turun dari kosku. Kosku ada di atas sementara bagian bawah rumah ditempati oleh Ibu Kos dan keluarganya. Pagi yang cerah untuk beraktifitas pikirku. Dan pagi itu memang aku berencana untuk mencuci motorku yang sudah glopot karena beberapa hari ini memang lagi sering hujan.

Kuambil kunci ruangan samping rumah yang berfungsi sebagai garasi dari kantong celana. Tampak dua ikat kunci di tanganku, kunci kos dengan gantungan bergambar topi baret merah kebanggaan kelompok kesatuan khusus dan kunci motor dengan gantungan berlambang huruf H seperti yang biasa terlihat di sebuah mobil. Perlahan kumasukkan ujung besi salah satu kunci ke lubang pintu dan kuputar searah jarum jam dua kali. Terdengar bunyi kunci yang bergesekan dengan daun pintu, dan terbukalah pintu garasi. Motor bebek dengan warna dominan hitam yang sedang bertengger paling kanan dekat dengan dinding kukeluarkan dan kuparkir di halaman depan, tidak jauh dari keran.

***

Kubuka keran dan kuisi ember yang tampak sudah siap menampung air di bawahnya. Sambil menunggu ember terisi penuh, kuambil perlengkapan untuk mencuci di pojokan dekat pintu garasi. Sikat, lap, selang, dan sebagainya. Setelah air tampak merayap ke bibir ember dan siap melompat keluar, kututup keran dan acara cuci pagi pun segera dimulai.

"Sayur... sayur..." Teriak seorang tukang sayur. Suara lantang tukang sayur yang biasa dipanggil bang Romy itu terdengar jelas karena berada tidak jauh dari tempat ku memulai aktifitas pagi. Dia mangkal di depan rumah yang merupakan kosku. Tampak Ibu Suci dan Ibu Endang sedang memilih-milih bahan yang akan dimasak untuk siang ini. Biasanya bang Romy, tukang sayur keliling yang biasa mangkal di depan kos ditemani oleh beberapa ibu-ibu komplek yang berbelanja. Namun pagi ini ternyata baru dua yang datang.

"Assalamualaikum..." salam Bu Yanti yang baru datang. Tampak di sebelah kanannya mengikuti seorang gadis cantik. Ganis cantik yang menurutku umurnya tidak jauh di bawahku. Seketika itu juga pandanganku beradu dengan pandangannya. Kokohnya pagar besi yang menghijab kami ternyata belum mampu meredam gejolak darah muda kami untuk memperhatikan satu sama lain. Meskipun hanya sesaat, namun itu telah melahirkan rasa ingin tahu siapa gerangan dirinya.

"Waalaikum salam" jawab semua yang ada di situ serempak.
"Pesanan saya ada Bang?" tanya Bu Yanti pada Bang Romy begitu salamnya seesai dijawab.
"Sebentar Bu, saya cari" jawab Bang Romy sambil mencari bungkusan plastik berwarna hitam berisi ikan tongkol dan udang.
"Ini dia pesanannya" kata Bang Romy begitu menemukan bungkusan yang dimaksud.
"Semuanya jadi tiga puluh tiga ribu" tambahnya.
"Orang baru Bu?" selidik Bang Romy sambil melirik ke arah si gadis.
"O iya, ini kenalin ponakan saya, Yuli." Kata Bu Yanti memperkenalkan orang yang di sebelahnya.
"Dia baru ketrima kerja di Astra Group, di..."
"Toyota" sambung Yuli ketika melihat raut muka tantenya yang berusaha mengingat sebuah nama.
"Ya, di Toyota" lanjut Bu Yanti seraya mengembalikan ekspresi mimiknya.
"Saya sih penginnya dia tinggal aja di rumah, lumayan kan bisa ngirit uang kos dan makan. Dari sini juga nggak jauh-jauh amat kok ke kantornya. Naik angkot juga paling2paling cuma setengah jam. Tapi katanya dia mau belajar mandiri. Jadi dia maunya ngekos aja. Tapi selama dia belum dapat kos yang cocok, sementara tinggal di rumah dulu." Papar Bu Yanti menjelaskan keinginannya.
"Ibu ini kayak nggak pernah muda aja?" Canda Bu Suci
"Ntar jadi ketauan donk siapa aja yang ngapein dia" goda Bu Suci sambil melempar pandang ke arah orang yang dimaksud. Senyum kecil terlukis di bibir Yuli seolah mewakili rasa malu karena godaan itu. Sementara tawa orang-orang di sekitarnya terdengar selaras dengan tiupan angin yang juga meniupkan tawanya. Tak terkecuali, aku yang sedang asik dengan motorku ikut tertawa, tertawa lebar, meskipun cuma dalam hati.
"Lagipula, Toyota gitu loh..." tambah Bu Suci dengan gaya gaulnya. "Gajinya kan gede. Nggak bakalan abis deh buat ngekos doang"
"Emang sih. Gaji... cukuplah." Jawab Bu Yanti. "Tapi kehidupan Jakarta kan lain dengan kehidupan di daerah. Apa-apa serba mahal. Kalo hidupnya nggak kekontrol bisa angus semua gaji."
"Bener juga sih. Kakakku yang kerja di telkomsel aja, yang gajinya juga lumayan banget, tetep aja kurang. Sampe-sampe akhirnya cari usaha sampingan. Sekarang istrinya buka kios di rumahnya." Sambung Bu Endang yang tampak sependapat dengan Bu Yanti. "Sekarang mau masuk TK aja harus siap jutaan. Apalagi kalo mau masuk SD, SMP, SMU. Gimana kuliah coba? Hmm.... pusyiiing" Katanya sambil memegangi keningnya dengan kedua tangannya.
"Yah.... Bu, kalo dibikin pusing, hidup ini emang bikin pusing" Bang Romy menganggapi. "Apalagi soal duit. Kaga bakalan ada abis-abisnye mpo. Percaya ma abang!" canda Bang Romy dengan logat betawi yang dibuat-buat. "Salah satu cara buat nutup masalah duit itu, emang usaha sampingan. Tapi kebanyakan orang lebih suka membuka usaha sampingan yang menghasilkan duit."
Mendengar perkataan itu, Bu Yanti langsung memprotes keras ucapan bang Romy "Ya iya lah. Mana ada orang yang buka usaha sampingan yang menghasilkan duit. Terus ngapain donk cape-cape buka usaha."
"Iya, ibu-ibu sih enak" jawab bang Romy. "Ibu-ibu kan pada punya waktu, pada punya duit, pada berpendidikan. Jadi mau bikin usaha sampingan apa aja nggak ada masalah. Lha kalo saya. Sekolah cuma mpe es-de, waktu abis buat dageng, duit juga kage punye. Usaha sampingan? Mimpi kali ye... Tapi untungnya saya punya usaha sampingan yang nggak perlu sekolah yang tinggi, nggak ngabisin duit, dan bisa dikerjain kapanpun dan dimanapun. Tapi ya itulah Bu, kage ade duitnye"
"Lho usaha kok nggak ada duitnya. Gimana sih bang?" potong Bu Yanti.
"Makanya dengerin dulu deh bu." Balas Bang Romi. "Umumnya orang kan cari tambahan duit buat menuhin kebutuhannya. Karena saya nggak bisa cari tambahan duit, ya udah akhirnya saya cuma nyari tambahan ruang di dalam sini supaya apa yang saya miliki dapat saya terima bu." Jelas Bang Romy sambil menunjuk ke dadanya. "Hehehe... beginilah nasibnya orang kecil bu. Kalo nggak gitu, pasti kita malah dipermainkan kehidupan. Cie... tukang sayur aja belagu. Qeqeqeqeq...." Canda bang Romy diikuti oleh canda tawa ibu-ibu, dan tentu saja, Yuli juga ikutan. Aku pun cuma tersenyum dalam hati.

***

Sejenak aku merenung atas apa yang bang Romy ucapkan. Kata-kata itu mungkin "cuma" suara lirih seorang tukang sayur. Tapi, suara lirih itu seperti geledek yang mengetuk pintu-pintu langit kehidupan yang mulai menutup dan menghijab kalbu dari indahnya sebuah makna. Makna dari sebuah kata, syukur. Nafsu-nafsu yang selama ini kubiarkan hidup, ternyata mulai tumbuh dan mengarat. Karat itu terus mengikis dinding hati hingga ruang kalbupun menyempit. Sempitnya kalbu telah membuat apa yang aku miliki selalu terlihat kecil. Ketidak puasan yang terbungkus dalam perasaan ingin memiliki selalu muncul. Entah apa jadinya kalo karat-karat itu kubiarkan terus menggerogoti sisi-sisi kalbuku. Beruntunglah aku. Hari ini aku mendengar suara lirih seorang tukang sayur yang mampu menggetarkan karat-karat itu hingga meluruh sedikit demi sedikit. Pancaran cahaya hati yang mulai jernih membuat makna syukur kembali bersinar dan menyinari langit-langit kehidupan yang mulai meredup.

***

Tak terasa, ternyata motorku sudah kembali mengkilap setelah sekitar setengah jam aku mandikan. Dan dia pun sepertinya sudah siap aku ajak jalan-jalan untuk menjalani ritual weekend. Peralatan cuci motor pun aku bersihkan dan aku kembali ke atas, ke kamarku. Mandi, and... ready to go!!!

the*end

Thanx to:
Bang Romy yang telah menyalakan kembali arti syukur yang mulai meredup. Bukan masalah siapa dirimu, di mana dirimu, nyatakah dirimu, pesanmu akan selalu terpatri dalam hati untuk mengusir karat-karat yang mengikis arti sebuah syukur.

9 comments:

Anonymous said...

kayaknya kudu belajar banyak neh ama bang romy karena gw termasuk org yg jarang bersyukur (lho kok jadi ngomongin gw?!)
syukurilah apa yg didapat ya, jgn pada ngeluh ya nduk! setiap org udah punya jalan masing2 & mungkin akhir yg berbeda, tinggal bagaimana usaha kita n' tentunya doa kita sama Allah yg Maha Mengetahui, Maha Pemberi, Maha Pemberi rizki, Maha Suci, Maha Pengampun, apa lagi ya..dst aja deh ..walah mentang2 baru belajar ngapalin asmaul husna (tp kagak apal2 jg ya, makanya baca donk baca!)
NB: kalimat diatas dalem kagak?!

arifi said...

Dalem kok, sampe susah ngabil airnya, lho :p emang sumur

Anonymous said...

ehmmm mpok yuli gimane kabarnye...udah kenalan??

arifi said...

bae...
mo kenalan? :p

nia rahma said...

cie.. yang dapet kenalan anak Toyota :)

arifi said...

hahaha...
jadi pengen ketawa :))
Sukses untuk yang kedua kalinya...

Anonymous said...

jadi gitu....sekarang ma yuli....ya udah....talak tiga bakal diajukan...

arifi said...

mau talak tiga? apa aja tuh? talak bali, talak pondoh, trus... hahaha

Anonymous said...

Temukan trik n tips sukses dalam menggeluti bisnis beserta info-info lainnya. Selamat sukses sobat!:)