Monday, April 02, 2007

Comfort Zone

Minggu kemarin, sempat beredar isu buat meningkatkan kualitas lapangan bola di kalangan Saturday Futbal Warrior. Seseorang dari mereka mengusulkan untuk mengganti Futbal (ato mungkin lebih tepatnya Fun-ball, hehehe...) menjadi Futsal khusus untuk Sabtu terakhir di bulan Maret. Setelah melalui proses pengumuman, promosi, penjaringan massa, dan pendaftaran, akhirnya diperoleh keputusan : "Sabtu ini kembali maen di stadion BNI"

Penyebab utamanya sudah jelas, tidak memenuhi kuota minimal. Seandainya satu lapangan menghabiskan 12 manusia, berarti dibutuhkan paling tidak dibutuhkan 15 manusia untuk bermain futsal(gue nggak tau kenapa gue milih tiga orang pemain pengganti, kenapa nggak empat, lima, atau enam? mungkin karena futsalnya berlangsung di bulan maret kali ya). Karena kalau nggak gantian, pasti bakalan cape benget kalo maen futsal full satu jam. Selain itu, biar biayanya juga lebih murah, hehehe...

Sebagai seorang IT analyst (busyet dah, ngomongin ginian aja sampe bawa kerjaan :D), gue tertarik untuk menganalisa salah satu penyebab kegagalan rencana itu. Kalo dari respon teman-teman, ada yang bilang malu, males, nggak enak, dan yang semacamnya. Menurut gue itu alasan yang wajar. Tapi kenapa itu bisa terjadi? (Tanya kenapa...) Mungkin karena dalam komunitas futbal warrior itu masih terdapat orang-orang yang tidak mau keluar dari comfort zone mereka masing-masing.

Untuk urusan gila, komunitas para warrior itu mungkin tidak diragukan lagi (bahkan terkadang gue malu mengakui mereka sebagai teman, hehehe... peace man). Tapi sayang, ketika sudah dipisah-pisahkan, atau di depan banyak orang, tiba-tiba mereka bisa menjadi orang yang terlihat jaim (meskipun tetap dengan tampang-tampang seremnya :D), mereka menjadi pemalu (padahal biasanya malu-maluin).

Mereka sudah terbiasa dengan stadion itu. Mereka sudah merasa nyaman dengan apa yang mereka dapatkan. Lapangan luas, rumput alami yang diselingi putri malu, jauh dari keramaian, gaya futbal yang antik (nggak bakalan lo temuin di EPL, Seri A, maupun La Liga). So, ngapain harus bersusah-susah booking tempat, maen di antara kerumunan massa. Apalagi dengan skill yang apa adanya. Makin lengkap sudah alasan untuk mempertahankan kenyamanan stadion BNI.

Ah... gue sendiri mungkin termasuk orang yang susah untuk mendobrak comfort zone gue. Kos gue sekarang, pekerjaan gue sekarang, teman-teman gue sekarang, rutinitas gue sekarang. Itu semua sudah gue rasakan nyaman. Jadi untuk apa gue harus repot-repot menyingkirkan semua itu demi sesuatu yang belum pasti. Meskipun begitu, sebenarnya keinginan (sebenernya kata ini ingin gue ganti dengan kata ambisi, tapi sepertinya belum mencerminkan kondisi sebenernya) untuk sejenak keluar dari comfort zone tetap ada. Kos? Biarin lah, pindahnya sekalian kalo sudah rumah sendiri (ato minimal kontrakan), amin... Pekerjaan? Yang ini sih masih OK lah. Teman? Asli! Bosen bo! Tapi mo gimana lagi, cuma mereka yang gue punya, dan untungnya lucu-lucu + gokil-gokil, hehehe... Pengen sih jalan-jalan, muter-muter, maen-maen biar dapet temen baru yang banyak. Tapi itu dia, males + sok sibuk + keasikan dengan temen yang itu-itu aja. Rutinitas? Kayaknya pulang kerja langsung ke kos, terus kalo weekend ke depok. Boring nggak sih? Tapi buat menciptakan suasana baru kok kayaknya susah banget ya. Abisnya gue dah ngerasa nyaman sih. Apalagi di depok banyak anak-anak lucu yang kalo maen bola juga lucu-lucu, hehehe... I Love U all (huek....)

Pengen.... banget. Bisa mendobrak dinding-dinding yang menghalangi gue keluar dari comfort zone gue. Mungkin ikutan audisi extravaganza bisa menjadi salah satu pilihan. Tapi masalahnya gue belum bisa mutusin urat malu gue, hahaha...

No comments: