Wednesday, June 20, 2007

Bangga dan Prihatin

Sebuah berita bahagia datang setelah masa pengumuman kelulusan siswa SMU. Sekitar 350-an siswa SMU di sekolah itu lolos dari maut. Mereka mendapatkan predikat "lulusan SMU". Tidak ada satupun siswa yang tidak mendapatkan predikat itu. Luar biasa! Sungguh prestasi yang sangat pantas dibanggakan.

Namun ternyata dibalik kebanggaan itu, terselip sebuah keprihatinan. Sebagian besar siswa yang lulus itu, hampir enam puluh persen, ya, enam puluh persen, menggunakan cara yang tidak jujur dalam menjalankan ujian.

Mereka menggunakan fasilitas HP (handphone) untuk saling mengirim jawaban di saat ujian berlangsung. Begini cara kerjanya.............

Untuk setiap mata pelajaran yang diujikan, dipilih satu sampai 3 orang yang dijadikan server (pusat jawaban - siswa cerdas yang dianggap mahir dalam pelajaran itu). Seorang server dipinjami HP (bagi yang blom punya)+pulsa+sejumlah uang (jumlahnya yang terjadi bisa menembus angka Rp 500.000)

Pertama, server itu wajib mengirim sms jawaban ujian ke masing2 subserver yang ada di masing-masing ruang ujian, untuk kemudian disebarkan ke seluruh siswa (yang menghendaki sms jawaban). Bagi yang tidak menghendai mencontek, silakan diam, dan jangan bersuara, yang bisa berakibat fatal.

Kedua, server pergi minta izin untuk keluar menuju ke toilet, dan di sana sang server menuliskan jawaban di sehelai kertas yang ditempel di dinding toilet bagian dalam, untuk kemudian masing-masing subserver dari tiap ruangan juga minta izin ke toilet untuk menyalin kunci jawaban.

Dan yang menjadi tambah prihatin adalah jawaban itu tidak hanya diberikan untuk kalangan satu SMA, tapi menyebar ke SMA-SMA lain.

Strategi ini telah dirapatkan secara massal oleh 60% siswa tadi di aula yang dikoordinasikan oleh salah satu siswa yang dianggap sebagai Jenderal Koordinator. Kira-kira, hal itu dilakukan satu bulan sebelum Ujian Nasional, tapatnya dari mulai pra UAN Sekolah sampai pra UAN tingkat Kota.

Entah kenapa, strategi macam ini sukses besar dalam pra UAN tingkat Sekolah, sehingga strategi ini terus dilakukan dari Pra UAN tingkat kota hingga ujian Sekolah. Allahu A'lam, kenapa tak urung terbongkar.

Mendekati ujian nasional yang sebenarnya, kira-kira dua hari, diadakan rapat besar lagi untuk memantapkan strategi contek-mencontek ini. Setelah dikira sangat solid, mereka sepakat untuk melakukannya saaat ujian.

Memang,kata-kata yang terucap dari siswa-siswa yang ikut dalam "Cara Sukses Meluluskan Angkatan 2007 100%" terdengar sangat mulia. Mereka berkeinginan agar tidak ada satu orangpun dari temannnya satu angkatan yang tertinggal, dalam artian harus mengulang palajaran tahuan berikutnya.

Tapi, saya sempat bertanya kepada salah seorang subserver, tentang cara yang dilakukannya yang menyalahi aturan, terlebih lagi menggunakan cara-cara kotor seperti sms, ataupun yang lain. Jawabnya enak saja,"Yang penting lulus semua. Kamu pengin kalo kamu lulus tapi temanmu gak lulus?"
Astaghfirullaah.......

Speechless! Itulah respon saya sesaat setelah membaca berita tersebut di milis.
Luar biasa! Melihat keberhasilan siswa-siswa tersebut.
Prihatin! Melihat kondisi siswa-siswa dalam mencapai tujuan yang mulia itu.

Inikah pola pikir yang terbentuk ketika materi sudah menjajah dunia? Penjajahan itu telah menebarkan rasa takut di mana-mana. dan ketakutan itu tidak memandang bulu ketika akan menghinggapi korbannya.

Siswa mana yang tidak takut tidak lulus ujian. Malu, karena teman-temannya dapat berbangga-bangga ria, sementara dia harus meratapi nasibnya yang harus ditentukan melalui ujian kejar paket. Selain dibayar dengan malu, tentu ada waktu yang juga harus dikorbankan. Bagi siswa yang luluspun, tentu tidak akan rela jika temannya 'diperlakukan' seperti itu oleh takdir. Kalaupun satu-satunya cara yang ampuh untuk menolak kedatangan takdir itu tidak lazim, tak apalah. Yang penting kita lulus bersama. Bersama Kita Bisa!

Ketidaklulusan akan menjadi 'aib' bagi sekolah (tentu saja selain bagi siswa yang tidak lulus). Bagaimana tidak, tingkat kelulusan mungkin menjadi salah satu faktor yang 'menjual' sekolah itu. Apa jadinya jika setiap tahun ada yang tidak lulus dan jumlahnya juga bertambah. Orang tua mana yang tetap mempercayakan anak-anaknya untuk disekolahkan di tempat seperti itu. Tapi sungguh ironis jika sebuah lembaga pendidikan berdiam diri dengan kondisi yang sudah separah itu.

Wahai para siswa, guru, dan pengelola sekolah. Di manakah hati nurani itu? Ah... mungkin dengan pekerjaan yang bakalan mereka peroleh, dengan uang yang bakalan mereka dapat, mereka pikir bisa membeli hati nurani yang pernah mereka jual. Bahkan kalau perlu, lebih dari satu yang mereka beli. Supaya kalau dibutuhkan, masih ada hati nurani yang bisa dijual demi tujuan mereka.

Salut dan selamat kepada para siswa, praktisi pendidikan, yang senantiasa menjaga kejujuran dan berhasil lulus dan meluluskan dengan cara yang elegan.

===
Nulis kaya gini, gue lagaknya kaya orang yang punya hati nurani banget ya... :p
Emang sih gue pernah ngasih contekan waktu ujian, tapi itu kan untuk melatih skill gue dalam 'menjaga rahasia', supaya nggak ketauan guru pengawas, hehehe...

No comments: