Friday, August 10, 2007

Oleh-oleh dari Citarik [2]

Cerita sebelumnya

Pagi hari -mungkin sekitar pukul satu-, udara menjadi dingin sekali. Gue yang hanya memakai celana pendek dan kaos biasa, mengigil setengah mati. Mungkin inilah hawa dingin terparah yang pernah menusuk tulang rusuk. Gue hanya bisa meringkuk karena tidak adanya pelindung dingin yang menempel di badan. Kaki ditekuk, paha menempel pada tangan yang tertekuk di depan dada. Anjrit! Masih dingin. Gue nggak bawa jaket. Ada celana training panjang di tas. Tapi hawa dingin itu telah membunuh hasrat untuk keluar tenda menuju tempat tas berada.

Sekitar pukul empat -mungkin-, terdengar riuh suara monyet -di sini bukan ayam yang jadi petugas buat bangunin orang tidur-. Dan salah satu monyet -sepertinya- membuat suara aneh di sekitar tenda. Febri yang pertama mendengar.

"Pak, denger suara aneh gitu nggak? Takutnya monyet tuh, mo ambil barang-barang kita." Tanya dia sama gue.

"Nggak tau tuh," kilah gue yang masih terkantuk-kantuk dalam hawa dingin yang begitu dahsyat.

Akhirnya Febri keluar tenda dan menanyakan hal serupa pada Sulkhan. Dengan tegas Sulkhan juga menjawab nggak. Akhirnya Febri pun masuk lagi ke dalam tenda. Tiba-tiba Sulkhan mengikuti jejak Febri memasuki tenda. Hahaha... sepertinya Sulkhan tidak yakin dengan jawabannya sendiri barusan. Daripada tidur ditemani monyet, akhirnya dia memilih tidur di dalam tenda. Dia melepas sleeping bagnya. Kebetulan, sleeping bag itu gue pakai buat penangkal dingin. Lumayan, ada perubahan.

Sekitar pukul lima, ketika para ibu mulai memasak sarapan -nasi, mie, kornet, ikan sarden- gue bangun dari tidur dingin gue -bukan tidur pules-. Seumur-umur, baru kali ini lah -di hutan ini- gue solat tanpa wudhu, tapi dengan tayamum. Di sekitar sini tidak ada sumber air. Satu-satunya sumber air adalah air mineral beberapa botol yang kami bawa dari base camp -caldera-. Itupun untuk minum, masak, dan cuci peralatan makan.

Hal yang cukup merepotkan di pagi hari di tempat yang tidak ada air adalah -sebenernya mungkin terlalu 'vulgar' untuk menceritakan ini, tapi kayanya sayang kalo nggak diceritain, seru banget sih, hehehe- memenuhi panggilan alam. Gue sudah berusaha menahan diri. Tapi apa daya perut terlanjur protes. Akibatnya, gue langsung mengambil senter untuk mencari koordinat yang pas. Akhirnya, lega juga. Lain lagi cerita Febri, ketika melewati 'dapur', dia diminta untuk melakukan sesuatu. Tapi dengan tangkas dia langsung menepis request itu dan berlari mencari koordinat juga. Yang lainpun segera mengerti dengan apa yang barusan terjadi, hahaha. Di kelompok lain juga terjadi hal yang sama. Ada Nyanyo dan Pak Wahyu yang juga berlomba mencari koordinat di gelapnya pagi. Nyanyo mungkin menjadi salah satu peserta outbound terajin karena dia menggunakan golok untuk mengubur sisa-sisa kehidupannya. Dan goloknya... ah... sudah lah, terlalu dalam untuk dibahas, hahaha...

Sekitar pukul tujuh, setelah makan dan bebenah -tas, tenda, matras, dan sleeping bag- kami berkumpul semua -semua tim- untuk melanjutkan perjalanan. Perjalanan kali ini adalah pencarian azimut dengan kompas. Kami diberi dua puluh lima azimut untuk mencari target akhir. Sebuah saung di atas kolam yang dialiri air yang begitu menyegarkan. Setiap tim dibekali dua buah kompas dan secarik kertas dimana tersimpan kedua puluh lima azimut yang harus kami temukan.

Kami berjalan menyusuri jalan setapak selama kurang lebih setengah jam. Akhirnya kami tiba di sebuah 'pasar air'. Pasar air adalah pasar kaget yang menjual air mineral -isi ulang- dengan harga empat ribu dolar caldera per botol ukuran satu setengah liter. Mahal! Tapi tak ada pilihan. Karena itu adalah sumber kehidupan kami. Di tempat ini, berkuran glagi salah satu Badakers, Mba Valy, karena ada keperluan di Jakarta. Perjalanan dilanjutkan dengan alat transportasi darat, mobil bak. Tapi itu tidak diperoleh secara gratis. Kami harus membayar dua puluh ribu dolar caldera. Tapi kami beruntung memiliki ibu-ibu yang pandai menawar, terutama Femmy. Perjuangannya untuk mendapatkan harga miring sungguh fantastis. Ketika kelompok lain tetap membayar dua puluh ribu, kami 'hanya' membayar lima belas ribu. Akhirnya kami pun menggunakan transportasi darat menuju titik awal pencarian jejak.

Pada pencarian titik A, Donny dan Febri bertugas sebagai explorer yang mencari target -kertas kotak kecil berwarna ungu yang menempel di sebuah pohon-. Setelah ditemukan, semua tim pun menyusul ke titik A. Pada pencarian titik B, terjadi kesalah pahaman. Donny melihat sebuah kertas di pohon. Semua tim pun beranjak dari titik A menuju titik B. Namun ternyata kertas yang dilihat Donny milik kelompok lain. Akhirnya gue dan Donny kembali mencari titik A untuk memulai lagi pencarian titik B. Sementara itu, yang lain masih mencoba mencari-cari di sekitar ditemukannya 'salah kertas' tadi. Dalam pencarian titik B ini, gue sempat jatuh terjerembab karena kaki gue masuk lubang yang tidak kelihatan di tanah miring. Untung lah tanah miring itu tidak terlalu tinggi sehingga tangan yang mencoba menahan dada ketika terjatuh tidak terlalu sakit. Tapi tetap saja sakit itu cukup menggangu perjalanan.

Mulai pencarian titik C, kemampuan Esti menggunakan ajian mata elang sangat membantu pencarian kertas ungu itu. Dalam jarak yang cukup jauh -mungkin lebih dari lima puluh meter, atau bahkan seratus meter lebih-, dia dapat melihat target. Luar biasa! Makan apa sih ini anak. Matanya kok bisa tajam banget. Puncaknya adalah menjelang akhir. Sebelum kompas mendekat ke mata gue, dia sudah teriak, "Woi... ketemu!!!" Gila ini anak. Gue belum 'nembak', dia sudah nemuin duluan. Wah... pokoke T-O-P-B-G-T deh si Esti.

Di bawah titik terakhir, ada kolam yang airnya sungguh menyegarkan. Kami beristirahat di kolam tersebut. Gue membasahi tangan, kaki, muka, dan kepala. Swueger!!! Ternyata pencarian jejak ini bukan game terakhir. Setelah menyegarkan diri, kami bermain spider web. Itu lagi-itu lagi. Sudah lebih dari tiga kali gue mengikuti game seperti ini. Sebenernya bosen juga sih. Tapi kalo berhasil melewati tantangan ini, kami diiming-imingi uang sebesar tujuh puluh lima ribu. Lumayan buat tabungan, hehehe.

Hari itu hari jumat. Masih ada setengah jam untuk menuju perkampungan terdekat yang ada masjidnya. Setengah jam kami berjalan, ternyata yang kami temukan bukan masjid, tapi sebuah madrasah. Dan untuk menuju masjid, kami masih harus berjalan setengah sampai satu jam. Kalaupun berangkat, mungkin solat jumat sudah selesai. Akhirnya, kami para lelaki muslim solat duhur dan asar bersama di madrasah itu sementara yang lain menyiapkan makan siang, nasi dan mie -lagi?-.

Perjalanan berikutnya, kami menggunakan transportasi darat kembali. dan seperti biasa, sang penawar dari tim Badak, Femmy, berhasil membayar lima belas ribu dari harga yang sudah dipatok, dua puluh ribu. Kami berangkat menuju 'pelabuhan', transportasi terakhir menuju base camp. Dan di sini, sang penawar juga berhasil menego harga lagi. Sebenernya, kalau air sungainya berlimpah, perjalanan ini dapat disebut sebagai rafting. Tapi sayang, sungai sedang kering. Kami lebih banyak mendayung daripada bertualang menaklukan jeram. Instruktur berkali-kali turun dari perahu karena perahu nyangkut di antara bebatuan.

Ternyata perahu bukanlah transportasi terakhir. Dari 'pelabuhan' kami masih harus menggunakan transportasi darat lagi menuju base camp yang sebenarnya. Kami merupakan tim pertama yang berangkat menuju base camp kembali. Kami turun di tengah jalan dan kemudian meneruskan perjalanan melewati jembatan gantung yang bergoyang-goyang. Ketika sampai di base camp, ternyata ada kelompok lain yang sudah sampai di base camp. How Come? Kami berangkat duluan dari pelabuhan. Ternyata mereka diantar sampai depan base camp. Sementara kami diturunkan di pinggir jalan dan harus melewati jembatan gantung. Damn! Inikah penghargaan terhadap tim yang seharusnya sampai base camp duluan?

Lelah! Seru! Itulah rasanya. Untunglah malamnya tidak ada acara lagi. Hanya makan malam, kambing guling, kue putu, kelapa muda, dan jagung bakar -yang gagal keluar karena orangnya sudah pada tidur-. Biasanya gue kalo makan dikit. Tapi malam itu, adalah malam pembalasan. Gue beberapa kali bolak balik menuju meja hidangan mencoba semua menu yang disediakan. Ah... kenyang sekali!!!

Bersambung...

No comments: